Bagikan:

JAKARTA - Dalam Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dengan pemerintah pada awal pekan ini terkuak informasi bahwa Indonesia telah membayar bunga utang sebesar Rp317,89 triliun atas pinjaman yang mencapai Rp6.080,08 triliun di sepanjang 2020.

Jumlah bunga tersebut melonjak dari periode 2019 yang disebutkan sebesar Rp277,23 triliun.

Usut punya usut, jumlah utang tahun lalu mengalami peningkatan tidak kurang dari Rp1.293,5 triliun dari atau 27,2 persen dari 2019.

Hal ini pula yang disoroti secara tajam oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menjadi perhatiaan pemerintah pusat agar tata kelola keuangan negara menjadi semakin baik.

“Nilai tersebut adalah sejarah baru dalam akumulasi utang yang meningkat dalam satu tahun anggaran,” legislator PKS Muhammad Nasir Djamil saat mewakili fraksinya untuk memberikan pandangan atas pertanggungjawaban APBN 2020, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Asal tahu saja, indikator kerentanan utang Indonesia dinilai IMF (International Monetary Fund/Lembaga Moneter Internasional) melampaui standar baku ratio debt service terhadap penerimaan yang seharusnya 25-35 persen. Sementara catatan Indonesia adalah sebesar 46,77 persen.

Selain itu, rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan yang sebesar 19,06 persen dinyatakan melampaui rekomendasi IMF yang sebesar 7-10 persen.

Jawaban Anak Buah Sri Mulyani

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo buka suara atas kondisi utang Indonesia yang dianggap IMF berada di posisi offside.

Menurut Yustinus kondisi pandemi membuat pelebaran defisit anggaran tidak bisa dihindari. Hal tersebut kemudian berimplikasi pada struktur pembiayaan keuangan negara yang meningkat.

“Pandemi ini kejadian extraordinary. Hampir semua negara menghadapi ini dan mengambil kebijakan countercyclical untuk menjaga perekonomian dan memberi stimulus. Implikasinya defisit melebar. Tapi ini harus diambil demi tujuan dan kepentingan yang lebih besar,” tuturnya seperti yang diberitakan VOI pada 24 Juni.

Meski demikian, anak buah Sri Mulyani itu tetap berkeyakinan bahwa apa yang dilakukan pemerintah tetap berada dijalur yang aman.

“Tahun 2020 pemerintah telah mengelola pembiayaan APBN dengan kebijakan extraordinary yang menjaga pembiayaan pada kondisi aman. Bahkan upaya menekan biaya utang dilakukan dengan berbagai cara, seperti burden sharing bersama BI, konversi pinjaman luar negeri dengan suku bunga dekati 0 persen, serta penurunan yield menjadi 5,85 persen,” katanya.