JAKARTA – Pemerintah bersama DPR saat ini diketahui tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan kelima Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP). Salah satu agenda penting yang dibahas adalah kelanjutan wacana pengenaan pajak pada sejumlah barang kebutuhan pokok (sembako).
Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani (Menkeu) menyebut bahwa agenda tersebut merupakan upaya dalam menghadirkan keadilan di masyarakat.
“Pembahasan ini mengatur perluasan basis pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dengan pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan dan ketepatan sasaran,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta seperti disiarkan melalui saluran virtual, Senin, 13 September.
Dalam penjelasannya, Menkeu menyebut selain sembako beberapa sektor lain juga berpotensi dikenakan pungutan perpajakan.
“Terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak, seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, dikenakan PPN dengan tarif yang lebih rendah dari tarif normal,” tuturnya.
Menurut Menkeu, pemerintah juga kemungkinan tidak akan mengenakan PPN kepada barang pokok tertentu yang dianggap menjadi konsumsi masyarakat luas dan berkategori menengah bawah.
“Atau dapat juga tidak dipungut PPN,” tegasnya.
Lebih lanjut, bendahara negara itu memastikan pula jika pengenaan PPN terhadap sembako akan diiringi pemberian kompensasi sebagai unsur perlindungan kepada masyarakat atas kebijakan yang diterapkan negara.
BACA JUGA:
“Bagi masyarakat yang tidak mampu dapat diberikan kompensasi dengan pemberian subsidi. Melalui skema ini maka azas keadilan dapat semakin diwujudkan. Karena kita bisa saja berbicara soal makanan pokok, pendidikan, maupun kesehatan tetapi yang mengakses hal tersebut tidak sama dan bisa mencakup (warga negara) yang berpendapatan yang sangat tinggi,” jelas dia.
Dalam catatan redaksi, terdapat tiga skema dalam pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako. Pertama, PPN usulan 12 persen. Kedua, skema multitarif 5 persen yang lebih rendah dari skema pertama dengan penguatan legalitas melalui Peraturan Pemerintah. Serta yang ketiga adalah melalui cara PPN final 1 persen.
Sebelum dibahas pemerintah dan DPR hari ini, draft RUU KUP sempat bocor ke publik pada Juni lalu dan membuat kegaduhan di dalam negeri.