JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menarik pajak pertambahan nilai atau PPN atas bahan pokok atau sembako mendapat sorotan dari banyak pihak. Salah satunya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menolak rencana tersebut. Sebab, menaikan PPN di sektor kebutuhan pokok adalah cara-cara penjajah.
Presiden KSPI Said Iqbal meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk tidak bersikap seperti penjajah. Karena memberlakukan tax amnesty jilid II dan menerapkan PPN untuk sembako serupa dengan sifat kolonial.
"Kami mengecam keras. Memberlakukan kembali tax amnesty jilid II dan menaikan PPN khususnya sembako adalah cara-cara kolonialisme yang dilakukan oleh Menteri Keuangan. Ini adalah sifat penjajah," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 10 Juni.
Lebih lanjut, Iqbal mempertanyakan sikap pemerintah. Sebab, pemerintah justru memberikan relaksasi pajak untuk orang-orang kaya termasuk kepada produsen mobil yang mendapatkan relaksasi PPnBM.
"Orang kaya diberi relaksasi pajak termasuk produsen mobil diberikan relaksasi PPnBM dalam kapasitas mobil tertentu 0 persen. Tapi rakyat untuk makan yang kita kenal dengn sembako direncanakan dikenai pajak. Itu sifat kolonialisme, penjajah," ucapnya.
BACA JUGA:
Iqbal mengingatkan agar Sri Mulyani meninjau ulang rencana ini. Sebab, kaum buruh tidak akan tinggal diam untuk melawan agar rencana ini tidak jadi diberlakukan.
"Menteri Keuangan sebaiknya jangan berlagak kolonialisme terhadap rakyat. Kaum buruh akan menjadi garda terdepan melakukan perlawanan hukum dan gerakan perlawanan gerakan aksi," tegasnya.
KSPI, kata Iqbal, bakal memperjuangkannya hingga Mahkamah Konstitusi (MK) apabila disahkan oleh DPR RI. Kendati demikian, ia juga meminta kepada DPR untuk menolak keras rencana Menkeu Sri Mulyani tersebut.
"Anda (DPR) dipilih bukan untuk wakil kekuasaan, jadilah wakil rakyat. Keterlaluan kalau sampai mengesahkan tax amnesty jilid II dan menaikkan PPN untuk sembako," ucapnya.