Bagikan:

JAKARTA - Maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia Tbk. melaporkan bahwa telah melakukan pengembalian dua pesawat terbang kepada pihak penyewa (lessor). Informasi itu disampaikan perseroan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai bentuk keterbukaan informasi sebagai perusahaan publik.

“Garuda Indonesia tengah melakukan percepatan pengembalian lebih awal armada yang belum jatuh tempo masa sewanya. Langkah strategis tersebut salah satunya ditandai dengan pengembalian dua armada B737-800 NG kepada salah satu lessor pesawat,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia dalam keterangan resmi seperti yang dikutip pada Jumat, 11 Juni.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam industri aviasi itu menyebut jika langkah pengembalian pesawat telah sejalan dengan kesepakatan kedua belah pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis ini. Selain itu, Garuda juga telah melaksanakan persyaratan yang diminta oleh lessor untuk menyelesaikan perubahan administrasi pesawat terbang yang disewa.

“Adapun percepatan pengembalian tersebut dilakukan setelah adanya kesepakatan bersama antara Garuda Indonesia dan pihak lessor pesawat, di mana salah satu syarat pengembalian pesawat adalah dengan melakukan perubahan kode registrasi pesawat terkait,” katanya.

Irfan menambahkan, strategi mengembalikan dua pesawat sewaan merupakan upaya perseroan untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan sekaligus memaksimalkan armada yang digunakan saat ini.

“Percepatan pengembalian armada yang belum jatuh tempo masa sewanya, merupakan bagian dari langkah strategis Garuda Indonesia dalam mengoptimalisasikan produktivitas armada dengan mempercepat jangka waktu sewa pesawat,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan jika hal tersebut merupakan cukup penting dan perlu dilakukan mengingat tekanan kinerja usaha imbas pandemi COVID-19 dimana fokus utama perseroan adalah penyesuaian terhadap proyeksi kebutuhan pasar di era kenormalan baru.

“Saat ini, kami juga terus menjalin komunikasi bersama lessor pesawat lainnya, tentunya dengan mengedepankan aspek legalitas dan compliance yang berlaku", tegas dia.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, perusahaan penerbangan pelat merah ini sedang dalam kondisi berat secara finansial menyusul beban utang sebesar 4,9 miliar dolar AS atau setara Rp70 triliun.

Jumlah utang tersebut bertambah lebih dari Rp1 triliun per bulannya seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok.