JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa kalangan menengah atas cenderung menahan aktivitas konsumsi di masa pandemi seperti saat ini. Asumsi tersebut didasarkan pada penggunaan kartu kredit yang masih dalam tren landai bahkan menurun.
“Untuk kelompok ini bukan masalah daya beli, mereka sebenarnya punya uang. Bahkan, uang yang dimiliki bertambah. Tetapi yang menjadi persoalan utama adalah apakah confidence pandeminya terkontrol atau tidak,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta awal pekan ini.
Menkeu menambahkan, selama angka COVID-19 tidak terkelola dengan baik maka mereka tidak akan menggunakan kemampuan tersebut dengan optimal.
“Jadi ini persoalan yang dimulai oleh COVID-19 dan juga akan berakhir dengan COVID-19. Sehingga, hal tersebut merupakan game changer utama yang apabila tidak diselesaikan maka akan terus menghambat pertumbuhan,” tuturnya.
Lebih lanjut, mantan bos IMF dan Bank Dunia itu memprediksi jika pembalikan situasi akan terjadi saat pergerakan laju pandemi sudah benar-benar bisa dikendalikan.
“Begitu mereka sudah meng-exercise daya belinya, maka akan terjadi permintaan pada fungsi intermediasi perbankan (kredit),” kata dia.
Meski secara umum konsumsi kalangan jajir masih cukup sulit untuk digerakan, tetapi pemerintah disebut Sri Mulyani telah berhasil mengakselerasi konsumsi lewat strategi tertentu.
“Sebagai policy maker, pertanyaan yang sering kita hadapi adalah apakan ini bisa kita akselerasi? Ternyata bisa, seperti lewat insentif PPnBM kendaraan bermotor yang sukses beberapa waktu lalu dengan meningkatnya permintaan dari pasar,” jelas Menkeu.
Meski demikian, tidak semua stimulus yang digelontorkan pemerintah bisa menggerakan konsumsi masyarakat kelas atas.
“Seperti hotel, restoran, serta tiket pesawat itu kami berkali-kali coba memberikan insentif, tetapi untuk kelas ini permasalahannya adalah bukan soal kemampuan daya beli melainkan apakah mereka confidence untuk spending di situasi pandemi. Semua kembali lagi ke penanganan COVID-19 itu seperti apa,” ungkap dia.
BACA JUGA:
Senada, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga berupaya mendorong konsumsi masyarakat lewat penggunaan kartu kredit. Salah satu langkah jurus yang digunakan oleh bank sentral adalah dengan menurunkan batas maksimum suku bunga kartu kredit dari 2 persen menjadi 1,75 persen perbulan.
“Kebijakan ini juga didasarkan dalam rangka mendukung transmisi kebijakan suku bunga dan efisiensi transaksi nontunai yang akan mulai berlaku 1 Juli 2021 mendatang,” katanya dalam konferensi pers secara daring pada Selasa, 25 Mei usai menggelar Rapat Dewan Gubernur.
Siasat menekan rate interest itu sejalan dengan keputusan BI yang mempertahankan suku bunga acuan tetap rendah di level 3,50 persen hingga periode Mei 2020.
“Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran Indonesia untuk memperkuat upaya pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut,” pungkas Perry.