Harga Vaksin Gotong Royong Rp879.140, Stafsus Erick Thohir: Ini <i>The Best Effort</i> Pemerintah
ILUSTRASI/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Harga vaksin mandiri atau gotong royong dianggap terlalu tinggi atau mahal bagi sebagian pihak. 

Pemerintah menetapkan harga sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi senilai Rp117.910 per satu kali penyuntikan vaksin. Sementara satu orang membutuhkan dua dosis, sehingga harga yang harus dibayarkan sebesar Rp879.140. 

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan penetapan harga ini sudah melibatkan berbagai pihak. Menurut Arya, harga tersebut merupakan usaha terbaik pemerintah dalam pengadaan vaksinasi. 

"Iya (harga vaksinasi) itu the best effort kita," tuturnya dalam diskusi virtual, Jumat, 21 Maret. 

Program vaksinasi gotong royong ini dimulai pada 18 Mei. Pada tahap pertama program ini, vaksin yang tersedia sebanyak 420 ribu dosis vaksin. Namun, dari jumlah tersebut hanya 210 orang yang akan mendapatkan vaksin. 

"Bulan Mei kita tanggal 18 Mei diluncurkan itu baru dapat 420 ribu (dosis vaksin), nanti 210 ribu (orang) yang akan dapat. Dibandingkan target kita yang 10-15 juta kebutuhan yang sudah mendaftar. Jadi kalau dikatakan untuk percepatan (vaksinasi nasional) bikin murah, lah cari vaksinnya saja susah. Itu juga mau murah, tapi dapatnya segitu," bebernya. 

Tekait dengan margin atau keuntungan 15 persen sampai 20 persen, Arya mengaku tidak mengetahui persis besaran marginnya. Ia menegaskan fomula penetapan harga vaksinasi gotong royong sudah melibatkan banyak pihak. Termasuk dalam hal ini pengusaha-pengusaha yang tergabung di dalam Kadin Indonesia. 

"Itu juga saya belum tahu mengenai angka margin-nya. Yang pasti itu ditetapkan empat lembaga (Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan (BPKP), lembaga tender dan juga  kamar dagang dan industri (Kadin) Indonesia)," tuturnya. 

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan semua masyarakat berhak mendapatkan vaksin secara gratis. Namun karena keterbatasan  jumlah vaksin maka ada prioritas penerima vaksin. Misalnya vaksinasi tahap pertama untuk dokter, perawat serta mereka yang berada di garda terdepan penanggulangan pandemi COVID-19. 

Menurutnya, tahap kedua vaksinasi dikhususkan untuk lansia karena data statistik menunjukkan tingkat kematian lansia akibat COVID-19 tinggi. Terakhir, baru vaksinasi terbuka bagi masyarakat umum. 

"Inisiasi daripada vaksin gotong royong sendiri dari Kadin Indonesia, para pengusaha nasional yang peduli akan bangsanya dan mereka ingin berpartisipasi memberikan kontribusi lebih kepada negara dengan memberikan vaksinasi melalui biaya mandiri perusahaan masing-masing kepada karyawannya secara gratis," katanya, Kamis, 20 Mei. 

Bantah komersialisasi vaksin gotong royong 

Erick Thohir mengatakan penetapan harga vaksin gotong royong telah dilakukan secara transparan, bahkan di audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Meski pengadaan vaksinnya dilakukan oleh BUMN farmasi, PT Bio Farma (Persero), Erick menegaskan pemerintah tak mencari untung dari program vaksinasi gotong royong. 

"Sejak awal kami BUMN sangat terbuka, kami tidak berpikir untuk komersialisasi vaksin ini. Tapi realitas yang harus kita hadapi bahwa vaksin ini memang harus di beli dan bukan vaksin yang didapatkan secara gratis," tuturnya. 

Mantan Bos Inter Milan ini mengatakan pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar Rp77 triliun per tahun untuk program vaksinasi COVID-19. Menurut Erick, jumlah anggaran yang disiapkan pemerintah Indonesia terbesar di dunia. 

Erick mengatakan anggaran tersebut diperlukan untuk mengejar target vaksinasi hingga 70 persen penduduk. Ia menjamin tidak ada komersialisasi yang dilakukan pemerintah dalam penyeluran vaksin ini. 

"Jadi jangan dilihat konteksnya pemerintah hadir mencari margin atau keuntungan dalam distribusi vaksin dan ini saya rasa terbesar di dunia Rp77 triliun," katanya