Vaksin Gotong Royong Dianggap Mahal, Stafsus Erick Thohir: Pengusaha Tidak Perlu Memaksakan Diri
ILUSTRASI/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menetapkan harga vaksin dalam program vaksinasi gotong royong yakni sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi senilai Rp117.910 per satu kali penyuntikan vaksin. 

Sementara satu orang membutuhkan dua dosis, sehingga harga yang harus dibayarkan sebesar Rp879.140. Namun, bagi sebagian pihak harga ini dianggap masih terlalu tinggi atau mahal.

Menanggapi hal ini, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan penetapan harga ini sudah melibatkan berbagai pihak. Mulai dari pemerintah yang diwakili Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan (BPKP), lembaga tender dan juga melibatkan kalangan pelaku usaha yang diwakili oleh kamar dagang dan industri (Kadin) Indonesia. 

Arya mengatakan lembaga-lembaga tersebut yang menetapkan harga untuk program vaksinasi gotong royong atau mandiri bagi pengusaha yang tertarik untuk turut serta membantu percepatan herd immunity atau kekebalan kelompok. 

"Kalau memang dianggap atau diasumsikan mahal, harga ini sebetulnya nomor dua termurah dibandingkan negara lain," tuturnya dalam diskusi virtual, Jumat, 21 Mei. 

Untuk harga penyuntikan vaksin, Koordinator Komunikasi Publik Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KP-CPEN) ini mengatakan, ketentuan dari KPK tidak boleh melibatkan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehataan pemerintah. 

"Hanya boleh pakai yang swasta. Teman-teman swasta itu seperti rumah sakit, klinik dan sebagainya mengeluarkan angka Rp117.910," katanya. 

Pengusaha Tak Perlu Memaksakan Diri 

Jika harga vaksinasi gotong royong dianggap terlalu tinggi dan memberatkan, kata Arya, pengusaha tidak perlu memaksakan diri. Karena, karyawan pun nantinya akan mendapatkan vaksin gratis melalui program vaksinasi pemerintah. 

"Ini adalah vaksinasi gotong royong. Artinya yang mau ikut silahkan, kalau tidak ya tidak menjadi masalah. Seperti ada bencana, kalau mau nyumbang ya silahkan. Tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk ikut program vaksinasi gotong royong. Kalau tidak ikut, mereka tetap akan dilayani oleh program vaksinasi gratis yang disediakan pemerintah," ujar dia. 

Tekait dengan margin atau keuntungan 15 persen sampai 20 persen, Arya mengaku tidak mengetahui persis besaran marginnya. Ia menegaskan fomula penetapan harga vaksinasi gotong royong sudah melibatkan banyak pihak. Termasuk dalam hal ini pengusaha-pengusaha yang tergabung di dalam Kadin Indonesia. 

Arya mengatakan pada intinya vaksinasi gotong royong merupakan langkah para pengusaha untuk membantu pemerintah melakukan percepatan proses vaksinasi nasional. Sebab, pemerintah memiliki jadwal dan prioritas untuk melakukan vaksinasi. 

Ada pun prioritas pertama adalah tenaga kesehatan. Kedua, pelayan publik dan lansia. Ketiga adalah masyarakat rentan. Misalnya masyarakat yang ada di daerah kumuh dan masyarakat miskin. Tahap keempat adalah masyarakat umum. 

"Jadi teman-teman dari Kadin ini ingin supaya mereka masuk dalam proses vaksinasi tahap keempat lebih dulu, dengan cara yang mengadakan vaksinasinya mereka. Dengan cara seperti ini akan ada percepatan kalau mereka menambah. Mendahulukan lebih dulu untuk karyawan mereka yang dalam susunan jadwal mereka ada dalam posisi keempat. Ide besar ini yang membuat mereka ikut program vaksinasi," paparnya. 

Harga Vaksin Sesuai Kemampuan Pengusaha 

Ketua Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menegaskan penetapan harga vaksin didasari pada hasil survei terlebih dahulu. Survei dilakukan kepada perusahaan yang masuk dalam anggota Kadin dan perusahaan non Kadin. 

Menurut Rosan, dari hasil survei ditemukan, 78 persen perusahaan bersedia harga vaksin di bawah Rp500.000 per karyawan. Sementara sisanya menyanggupi di angka Rp1 juta hingga Rp1,5 juta. 

"Jadi range ini sesuai dengan kemampuan dan survei yang kita lakukan. Jadi 78 persen mengatakan sanggup," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 18 Mei. 

Bahkan, kata Rosan, para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) banyak yang mendaftarkan diri untuk mengikuti program vaksinasi gotong royong. Dari total 22.736 perusahaan yang mendaftar, 7.000 di antaranya UMKM. 

"Memang kita lihat UMKM yang mendapatkan tekanan karena COVID-19 ini banyak, signifikan. Tetapi ternyata di satu sisi banyak juga UMKM yang masih bisa berjalan dengan baik. Mereka ingin berpartisipasi divaksin gotong royong ini," jelasnya. 

Rosan menjelaskan harga vaksin yang ditetapkan juga merupakan hasil masukan dari manajemen sejumlah perusahaan swasta dan pihak pemerintah. Karena itu, patokan tarif vaksinasi mandiri dinilai sudah sesuai. 

"Untuk seluruh perusahaan memberikan masukan, berapa masukannya untuk supaya nanti ditetapkan atas masukan PT Bio Farma, juga kepada Kementerian Kesehatan agar jangan sampai ketika harga dimasukkan ternyata mundur. Dan harga ini memang sesuai survei kemampuan dunia usaha yang mendaftar kepada kami," tuturnya. 

"Harga (vaksin gotong royong) ini memang sesuai dengan harga survei dan kemampuan dari dunia usaha yang mendaftar kepada kami. Jadi saya bisa pastikan harga ini adalah harga yang sesuai dengan ekspektasi dari dunia usaha," ucapnya. 

Sekadar informasi, dari 22.736 perusahaan yang mendaftar hingga tahap ketiga, ada 7.000 yang berasal dari UMKM. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 20 juta karyawan swasta yang ditargetkan pemerintah untuk divaksin COVID-19.