Kemacetan di 6 Kota Besar Indonesia Bikin Kerugian Rp71,4 Triliun, 2,2 Juta Liter BBM 'Menguap' per Hari
Ilustrasi. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kemacetan memiliki dampak memperlambat kinerja masyarakat. Dampak lain yang ditimbulkan dari kemacetan dan penataan sistem transportasi publik yang tidak baik adalah kerugian ekonomi mencapai Rp71,4 triliun per tahun.

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ), Polana B Pramesti kemacetan di enam kota di Indonesia membuat pemborosan bahan bakar. Hal ini berdasarkan studi yang dilakukan oleh World Bank pada 2019.

Adapun enam kota yang dimaksud adalah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi), Medan, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makassar.

"Kerugian ekonomi sebanyak Rp 71,4 triliun per tahun akibat pemborosan bahan bakar dan waktu hilang di 6 kota metropolitan," katanya dalam diskusi virtual, Rabu, 28 April.

Apalagi di Jabodetabek, kata Polana, terpantau sangat banyak kendaraan pribadi yang bergerak dan sedikit yang pakai angkutan umum massal. Sehingga ia mengatakan, hal itu menyebabkan kemacetan dan tidak tertatanya sistem transportasi publik dengan baik.

Tak hanya itu, Polana mengatakan kemacetan dan sistem transportasi publik yang tidak tertata dengan baik ini menyebabkan pemborosan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 2,2 juta liter per hari. Selain itu, masyarakat kehilangan waktu yang disebabkan terjebak macet. Di mana kehilangan waktu ini dialami oleh setidaknya 6 juta orang per jam di 6 kota besar tersebut.

Belum lagi kemacetan ini juga menyimpang kerusakan lingkungan yang juga merupakan kerugian lainnya. Untuk diketahui, transportasi menjadi penyumbang terbesar kedua emisi gas rumah kaca di sektor energi.

Karena itu, Kemenhub kini menyiapkan program Buy The Service (BTS) agar sistem transportasi perkotaan ini lebih tertata dan kian memikat masyarakat beralih ke transportasi umum. Skema ini memungkinkan pemerintah membeli pelayanan kepada pihak operator angkutan umum ini akan dimulai di Kota Bogor sebagai percontohan.

"Pemerintah memberikan subsidi 100 persen untuk biaya operasional kendaraan yang digunakan untuk mengangkut penumpang. Berkurangnya kendaraan pribadi ini juga membuat waktu tempuh berkurang, karena jadwal transportasi juga ter-schedule dengan baik," ucapnya.