Bagikan:

JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengingatkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan subsidi kendaraan listrik secara cermat.

Hal ini guna menghindari subsidi EV bakal salah sasaran dan mencederai keadilan masyarakat atau subsidi malah mendorong pembelian kendaraan baruyang akhirnya memperburuk kemacetan.

Ketua Umum MTI Damantoro mengingatkan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) sudah menembus angka Rp500 triliun, jauh melampaui anggaran pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur kesejahteraan masyarakat.

Sementara di sisi lain, kata dia, Indonesia sudah berkomitmen kepada dunia untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat yang mana strategi utamanya adalah transisi energi dari BBM ke listrik melalui konversi teknologi kendaraan dari kendaraan BBM ke kendaraan listrik (electric Vehicle-EV).

Transisi dari energi BBM yang saat ini masih disubsidi ratusan triliun merupakan pilihan kebijakan yang tidak mudah dan di masa depan pemerintah harus punya cara untuk merekonsiliasikannya.

“Jangan sampai terulang lagi, pengembangan EV yang sangat penting untuk transisi energi menjadi gagal karena kebijakan pemerintah yang tidak holistic dan kontinyu,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu, 9 April.

Damantoro mengatakan rekonsiliasi kebijakan transisi dan subsidi energi akan menjadi semakin penting karena triliunan subsidi BBM sektor transportasi selama puluhan tahun telah menciptakan affordabilitas harga BBM yang semu, penggunaan kendaraan pribadi yang berlebihan, menyebabkan kemacetan, polusi udara, dan menggerus pajak rakyat.

“Kebijakan subsidi EV tidak terlepas dari scenario net zero emissin yang mentargetkan penjualan sepeda motor di tahun 2030 100 persennya sudah elektrik. Untuk itu perlu disrupsi bagi pasar otomotif yang tiap tahunnya menjual 1 juta mobil dan 7 juta sepeda motor BBM,” ucapnya.

Damantoro mengatakan, seperti disampaikan Menteri Perindustrian, subsidi ini untuk memberikan sinyal positik kepada pabrikan EV untuk mau mengambil keputusan investasi jangka panjang sebesar yang nilainya puluhan triliun rupiah tanpa mendorong kemacetan baru karena konsumsi berlebihan.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Senda Hurmuzan Kanam menjelaskan, penggunaan kendaraan listrik bermanfaat untuk mendukung ketahanan energi di mana impor BBM sudah mencapai 800.000 barrel per hari, sementara terdapat oversupply listrik di grid Jamali.

“Pemerintah dapat mengurangi kehilangan devisa karena impor dan mengurangi subsidi Rp5.000 per liter pertalite, berapa keuntungan yang dapat dikurangi dari subsidi tersebut. Dari sisi lingkungan kendaraan listrik dapat mengurangi emisi dan pencemaran suara,” ujarnya.

Selain itu, menurut dia, kendaraan listrik juga dapat menggerakkan kegiatan UMKM dengan munculnya bengkel-bengkel kendaraan listrik juga industri komponen lokal seperti baterai dan kontroler.

“Secara nasional juga dapat meningkatkan ekonomi dari penggunaan nikel milik Indonesia dalam pengembangan industri baterai,” katanya.