Bagikan:

JAKARTA - Badan Bank Tanah diberikan mandat untuk menyediakan minimal 30 persen lahan untuk reforma agraria kepada masyarakat.

Reforma agraria di atas HPL Badan Bank Tanah bukan sekadar bagi-bagi tanah atau sertifikat, melainkan menciptakan keadilan sosial berupa keadilan agraria dan kesejahteraan masyarakat.

Sejak implementasi reforma agraria diakselerasi pada tahun perdana Pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, telah diamanatkan bahwa seluruh penerima manfaat agar mengelola tanah objek reforma agrarian (TORA) secara optimal dan produktif.

Menteri ATR/Kepala BPN juga telah menetapkan alokasi TORA di HPL Badan Bank Tanah, Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, seluas 1.873 hektare (ha).

"Ini adalah kewajiban yang harus kami tunaikan sebagai perpanjangan tangan pemerintah di bidang agraria, bukan sekadar janji. Kami ingin penerima manfaat bisa optimal dalam mengelola TORA," ujar Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin, 4 November.

Parman menyebut, pelaksanaan reforma agraria di atas HPL Badan Bank Tanah saat ini sudah memasuki tahap akhir.

Pihaknya berkolaborasi dengan Kementerian ATR/BPN dan GTRA terus berupaya melakukan akselerasi.

"Tahapannya tinggal sedikit lagi sebelum nanti akan diterbitkan sertifikat," katanya.

Pelaksanaan reforma agraria di atas HPL Badan Bank Tanah ini akan dilaksanakan dalam beberapa tahap, yang mana tahap I akan menyasar pada masyarakat terdampak pembangunan Bandara IKN dan jalan bebas hambatan atau jalan tol IKN seksi 5B, seluas total kurang lebih 400 ha.

Masyarakat terdampak Bandara IKN tersebut tidak hanya mendapat lahan, tetapi juga penggantian tanam tumbuh melalui skema penanganan dampak sosial kemasyarakatan (PDSK) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dari sisi darat dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dari sisi udara.

Salah satu masyarakat yang telah menerima ganti tanam tumbuh sekaligus calon subjek penerima RA Badan Bank Tanah, Harto mengaku senang dan puas dengan solusi dari Badan Bank Tanah, Kemenhub dan Kementerian PU. Dia telah mendapatkan ganti tanam tumbuh senilai Rp357 juta.

"Awalnya beredar kabar tidak ada ganti rugi, pokoknya mau diambil lah. Setelah proses berjalan, ada berita dari Badan Bank Tanah kalau ada penggantian tanah dan juga tanam tumbuh. Akhirnya kami terima," sebutnya.

Harto mengatakan, awal kehadiran Badan Bank Tanah sempat menuai protes dari masyarakat.

Namun, lanjutnya, sosialisasi yang rutin dilakukan Badan Bank Tanah kepada masyarakat membuahkan hasil positif.

"Sempat khawatir, namun karena ada sosialisasi akhirnya kami paham. Bahwa kebun masyarakat akan dikembalikan ke masyarakat. Sejak awal Badan Bank Tanah masuk sudah ada (sosialisasi)," ucapnya.

Senada dengan Harto, warga lainnya bernama Eko berharap, ke depannya kehadiran Badan Bank Tanah bersama stakeholder lain dapat semakin memajukan pekerja penerima upah (PPU).

"Alhamdulillah senang (terima penggantian tanam tumbuh). Nggak menyangka di lahan kami jadi Bandara IKN. Kami di Kelurahan Gersik, Jenebora dan Pantai Lango senang. Tidak menyangka, lah, di sini dijadikan bandara, dijadikan kota," ungkapnya.

Eko mengaku, mendapat ganti untung tanam tumbuh sekitar Rp40 juta.

Uang tersebut sebagian telah dia gunakan untuk biaya pendidikan anaknya dan juga diberikan kepada istrinya.

Dia percaya, kehadiran Badan Bank Tanah benar-benar dapat mewujudkan keadilan dan kepastian hak atas tanah bagi masyarakat.

"Nanti kami di sini. Kan, ke depan untuk anak cucu juga. Kalau diganti rugi sepenuhnya hilang nanti nggak punya tanah. Tanah semakin mahal," jelasnya.