Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa pertumbuhan industri farmasi nasional mengalami lonjakan pada kuartal I-2024. Hal ini tercermin dari pertumbuhan sektor industri kimia, hilir dan farmasi yang mencapai 32,35 persen sampai Maret tahun ini.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin Emmy Suryandari dalam agenda Seminar Nasional bertajuk 'Ketahanan dan Kesinambungan Percepatan Kemandirian Bahan Baku Obat dan Vaksin di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa, 10 September.

"Adapun performa industri farmasi secara nasional ini cukup menggembirakan. Jadi, pertumbuhan industri kimia, hilir dan farmasi itu dari kuartal pertama di 2023 sampai kuartal 1-2024 itu pertumbuhannya year on year, tuh, sudah 32,35 persen," ujar Emmy.

Emmy menyebut, pandemi COVID-19 membawa pengaruh besar terhadap industri farmasi nasional. Hal ini dapat dilihat dari lonjakan pertumbuhan sebesar 21,77 persen pada 2020 silam.

Berdasarkan data paparannya, pertumbuhan sektor industri kimia, hilir dan farmasi mencapai 9,03 persen pada 2019, lalu di 2020 sebesar 21,77 persen.

Berikutnya, pada 2021 yang turun jadi 10,95 persen. Lalu di 2022 kembali turun menjadi 0,43 persen. Kemudian, mengalami lonjakan yang siginifikan di kuartal I-2023, yakni sebesar 32,35 persen.

"Nilai pertumbuhan industri farmasi mulai stabil pada 2022 dan 2023 seiring dengan berakhirnya pandemi COVID-19," kata dia.

Menurut Emmy, performa ini cukup bagus. Namun, kata dia, hal ini harus dibarengi dengan pertumbuhan industri bahan baku obat (BBO) di Tanah Air.

Sebab, ketergantungan impor BBO nasional sudah mencapai sekitar 90 persen hingga saat ini.

"Ini angka yang bagus kalau kami bicara industri farmasi, tapi kalau kami gali lebih dalam lagi kenaikan ini apakah juga sama atau konsisten juga dengan adanya pertumbuhan industri BBO di Indonesia. Ini yang perlu kami teliti bersama, karena kalau bicara industri farmasi naik, ya. Tapi, bahan bakunya dari mana dulu, nih," ucapnya.

Dia berharap, ke depannya pertumbuhan industri farmasi nasional bisa sejalan dengan tumbuhnya industri BBO lokal. Dengan demikian, kata Emmy, angka ketergantungan impor BBO nasional bisa ditekan.

"Kami berharap, tentu porsi dari 32,35 persen ini seharusnya juga ikut dinikmati oleh industri BBO lokal. Kenapa? Karena artinya kami semua sudah berjalan bersama, hulu dan hilir tumbuh bersama. Jadi, kami di Kemenperin itu selalu mempunyai prinsip untuk bagaimana hulu dan hilir berkembang bersama," tuturnya.