Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC) atau holding baterai kendaraan listrik. Holding ini dibentuk sebagai upaya pemerintah untuk bisa menjadi produsen electric vehicle (EV) battery nomor wahid dunia, utamanya untuk baterai motor listrik dan stabilisator.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa holding ini sudah disiapkan sejak satu tahun terakhir, di mana saat itu pemerintah ingin melakukan transformasi dibidang energi.

Holding ini terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau MIND ID, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam, PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN. Nantinya, masing-masing perusahaan memiliki saham 25 persen.

Erick berujar bahwa kehadiran EV battery juga nantinya akan membuat Indonesia lebih bersahabat dengan ekonomi ramah lingkungan atau green economy. Kata dia, holding ini juga sebagai bukti bahwa pemerintah tidak ingin terlambat lagi menjadi pemain dunia.

"Alhamdulillah kita manfaatkan momentum sangat penting, inovasi EV battery berbasis nikel, kita ambil langkah cukup berani, tak mau kalah sama RTT (Republik Rakyat Tiongkok), Amerika Serikat (AS), Korea. Kita bisa jadi pemain global," ucapnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 26 Maret.

Kata Erick, pembentukan IBC ini jadi bukti kesuksesan rencana pemerintah selama satu tahun terakhir. Menurut dia, Indonesia akan dengan diuntungkan dalam pembentukan holding ini. Sebab, alam Indonesia banyak menyimpan nikel sebagai bahan dasar pembentukan EV battery.

"Alhamdulillah yang sudah kita jalankan sama-sama, kita mau, kompak, ini bisa terbukti. Apalagi kita dikasih anugerah kekayaan nikel hampir 24 persen dunia," tuturnya.

Targetkan IBC bisa produksi baterai hingga 140 GWh pada 2030

Kementerian BUMN menargetkan produksi baterai untuk kendaraan mobil listrik bisa mencapai 140 giga watt hour (GWh). Kapasitas itu diproyeksikan bisa terealisasi pada 2030.

Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan, 50 di antaranya bisa di ekspor ke luar negeri. Sementara sisanya akan digunakan oleh Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk memproduksi kendaraan listrik di dalam negeri.

"Indonesia ingin kapasitas baterai itu kurang lebih 140 GW hour di 2030 nanti. 50 GW hour dari produksi baterai cell ini mungkin akan kami ekspor, sisanya bisa digunakan industri baterai yang akan produksi electric vehicle (EV) yang ada di Indonesia," ujarnya.

Pada tahap pertama, pihaknya menargetkan bisa memproduksi antara 10 GWh hingga 30 GWh. Sayangnya, dia belum secara gamblang menjelaskan mengenai rencana pendirian pabrik baterai dan produksi tahap pertama yang dimaksud.

Pahala menyampaikan, enam bukan ke depan, Antam bakal memulai studi bersama calon mitra untuk pengembangan tambang. Kemudian, berlanjut ke pengembangan smelter.

Untuk produksi kendaraan listrik di Indonesia, kata Pahala, Kementerian BUMN meyakini IBC mampu memproduksi 10 juta kendaraan roda dua. Sementara roda empat di atas 2 juta. Produksi ini bisa direalisasikan pada 2030. 

Nilai investasi mencapai Rp238 triliun

Kementerian BUMN mencatat nilai investasi untuk industri baterai kendaraan listrik Indonesia yang dibutuhkan mencapai 17 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp238 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).

Pahala mengatakan IBC tidak hanya mengelola satu pabrik pembuatan kendaraan listrik. Namun terintegrasi dari mining, smelting, kemudian produksi prekursor, hingga battery pack.

"Jadi bukan bangun 1 pabrik saja, tapi Indonesia punya mining-nya, smelting-nya, kemudian produksi prekursor, battery pack, bahkan tadi disampaikan kami ingin juga energy storage stabilizer dan recycling-nya. Investasi yang dibutuhkan bisa sampai sampai 17 miliar dolar AS," ujarnya.

Gandeng Jepang dan AS

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pemerintah membuka opsi untuk bekerjasama tak hanya dengan dua raksasa baterai listrik global LG Energy Solution asal Korea Selatan (Korsel) dan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) asal China, tapi juga investor Amerika Serikat (AS) dan Jepang.

"Kita juga membuka kerja sama, tidak hanya CATL dan LG Chem tapi juga yang lainnya. Karena itu, pada April pertengahan ini Pak Luhut (Menko Maritim dan Investasi), Mendag (Muhammad Lutfi) dan saya ke AS melihat potensi kerja sama dengan pihak di AS," tuturnya.

Tak hanya itu, kata Erick, pihaknya juga ada rencana ke Jepang untuk membicarakan investasi serupa. "Ke Jepang juga, ingin bicara hal yang sama," ucapnya.

Lebih lanjut, Erick menegaskan bahwa berdirinya IBC membuat BUMN melakukan monopoli dengan berpartner satu atau dua pihak saja. Tetapi, juga banyak pihak.

"Tapi harus terkonsolidasi, kalau tidak nanti hilirisasi tidak berjalan dengan baik dan akhirnya hanya mengalihkan kekayaan bangsa kita kepada bangsa lain dan market di luar negeri untuk pembesaran baru masuk ke dalam negeri," tuturnya.