JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mendorong sejumlah korporasi dan entitas usaha untuk segera terjun dalam pengembangan pasar sekuritisasi aset guna mencari sumber pembiayaan alternatif.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan kondisi pasar sekuritisasi aset di Indonesia masih belum berkembang seperti di negara-negara lainnya, baik dari sisi penawaran maupun permintaan.
“Padahal beberapa perusahaan yang telah melakukan sekuritisasi aset berupa Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP) telah diterima baik oleh pasar,” ujarnya dalam seminar virtual bertajuk Sekuritisasi Aset: Peluang dan Tantangan, Rabu, 24 Maret.
Destry menambahkan, bagi korporasi yang bertindak sebagai originator (pemilik awal dari aset yang disekuritisasi), aset yang selama ini tidak likuid dapat menjadi likuid sehingga keperluan dana perusahaan dapat terpenuhi tanpa menaikkan rasio utang dan juga tidak harus menjual aset yang dimiliki.
“Sementara investor mendapatkan keuntungan dengan risiko yang lebih rendah karena memiliki underlying asset,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menyampaikan beberapa tantangan terkait sekuritisasi aset di pasar keuangan domestik.
“Skema pembiayaan ini kurang populer dibandingkan dengan instrumen lain karena antara korporasi yang memerlukan dana dengan calon investor masih menganggap cara ini dinilai kompleks dan belum familiar,” katanya.
Sementera itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyebut bahwa pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong pasar sekuritisasi aset.
BACA JUGA:
“Kami terus melaksanakan sosialisasi kepada korporasi dan juga masyarakat. Terbaru, pemerintah membentuk Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund, serta penerbitan kerangka hukum melalui RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK),” jelasnya.
Sebagai informasi, penerbitan KIK-EBA maupun EBA-SP di Indonesia masih terbatas pada perusahan BUMN dan instansi perbankan.
Adapun, underlying aset sebagian besar masih berupa kredit perumahan, dengan sedikit yang berbentuk future cash flow, kredit komersial, dan aset keuangan. Dalam perkembangannya, dana kelola KIK-EBA tercatat sebesar Rp4,87 triliun dan dana kelola EBA-SP sebesar Rp4,41 triliun hingga pertengahan Maret 2021.
Sekuritisasi aset sendiri merupakan inisiatif Bank Indonesia dalam mengembangkan sumber pembiayaan ekonomi dan pengelolaan risiko seperti yang tertuang dalam cetak biru Pengembangan Pasar Uang 2025.
Langkah tersebut sekaligus bagian dari sinergi antar otoritas yang telah disusun dalam Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK).