JAKARTA - Direktur Utama Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyatakan dengan tegas bahwa lembaga yang dipimpinnya tidak mengalami surplus sebesar Rp18,7 triliun pada akhir 2020 lalu seperti yang banyak dipersepsikan selama ini.
Menurut dia, angka Rp18,7 triliun terbentuk dari posisi kas yang dihitung saat penutupan buku periode tahun lalu.
“Surplus itu sebenarnya adalah arus kas. Karena sering salah persepsi dan menganggap bahwa ini benar-benar surplus. Padahal ada kewajiban yang belum dipenuhi,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR-RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 17 Maret.
Ali menambahkan, sejumlah kewajiban yang belum ditunaikan oleh BPJS Kesehatan di antaranya yang bersifat incurred but not reported (IBNR).
IBNR sendiri merupakan jenis klaim pada yang sudah terjadi namun belum dilaporkan kepada perusahaan asuransi.
“Jadi sudah kejadian pelayanan di rumah sakit tapi belum diklaimkan kepada BPJS Kesehatan,” tuturnya.
Dia menghitung, klaim tertunggak dari sejumlah fasilitas kesehatan yang belum dipenuhi oleh lembaga berjenis social safety net itu mencapai Rp25 triliun.
“Artinya jika itu belum dijalankan, berarti kan ada kewajiban dan utang. Kalau kewajiban dan utang ini dijalankan maka kita itu bukan surplus tapi minus Rp6,3 triliun,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ali memaparkan bahwa apabila BPJS Kesehatan benar-benar ingin mencapai taraf surplus keuangan, maka perusahaan pelat merah ini harus memiliki dana tambahan sekitar belasan triliun lagi.
BACA JUGA:
“Paling tidak untuk bisa surplus sesuai aturan batas minimum, harus ada Rp Rp13,93 triliun lagi. Nah ini merupakan estimasi untuk membayar klaim sekitar 1,5 bulan ke depan dengan tidak ada tunggakan,” jelasnya.
Sebagai informasi, kepengurusan BPJS Kesehatan periode sebelumnya menyebutkan bahwa kondisi keuangan pada akhir 2020 tidak menderita kerugian seperti tahun-tahun sebelumnya. Bahkan posisi kas berada di angka Rp18,7 triliun.
"Pada akhir tahun pengabdian tim kami di 2020, tidak terdapat gagal bayar klaim pelayanan kesehatan," ujar mantan Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris pada 8 Februari lalu.
Menurut Fahmi, perbaikan kinerja keuangan tidak terlepas dari peran pemerintah yang menginjeksi dana segar ke tubuh perseroan sekaligus ditopang oleh kenaikan iuran peserta.