Bagikan:

JAKARTA - BPJS Kesehatan mencatat kinerja yang cemerlang di akhir tahun 2020, di mana laporan unaudited mereka mengalami surplus arus kas atau cashflow dana jaminan sosial sebesar Rp18,74 triliun. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan, surplus tersebut karena adanya kenaikan iuran.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan adanya kenaikan iuran yang dilakukan BPJS Kesehatan sehingga berdampak pada surplusnya keuangan BPJS Kesehatan. Namun, ia berharap ada beberapa peningkatan pelayanan yang dilakukan BPJS Kesehatan. Salah satunya, terkait pengaduan.

Apalagi, kata Tulus, surplus yang dicetak BPJS Kesehatan juga didukung karena adanya peningkatan tingkat kepatuhan masyarakat khususnya mandiri meskipun masih kecil.

"Jangan hanya memperbanyak kanal pembayaran tapi pengaduan juga diperbanyak," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 8 Februari.

Tak hanya itu, Tulus minta, tidak ada lagi berita penolakan pasien di rumah sakit karena alasan ruangan penuh. Ia menyerukan perlunya pelayanan rumah sakit go digital agar kapasitas kamar bisa dilihat transparan.

"Sehingga konsumen bisa tahu rumah sakit tersebut sudah penuh atau tidak. Kita juga tidak ingin ada peserta JKN yang diminta bayar sendiri obat. Kami mendorong BPJS kesehatan lebih proaktif," jelasnya.

Selain itu, kata Tulus, diharapkan BPJS Kesehatan juga memastikan tidak ada lagi antrean panjang di fasilitas kesehatan. Karena itu, proses digitalisasi kesehatan juga harus didukung penuh dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan. Terlebih saat ini ada kekhawatiran dari masyarakat untuk datang ke rumah sakit sejak pandemi COVID-19 terjadi.