JAKARTA - Ketua Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan bahwa belum mengetahui secara terperinci terkait dengan skema lembaganya yang diikutsertakan pemerintah untuk turut menanggung beban biaya pasien COVID-19.
Menurut dia, informasi tersebut belum tersampaikan secara utuh sehingga dirinya tidak bisa berkomentar lebih jauh. Terlebih, mantan jubir pemerintah untuk penanganan COVID-19 itu mengaku belum ada komunikasi dengan jajaran manajemen.
“Saya belum berkomunikasi dengan dirut (BPJS Kesehatan),” ujarnya ketika dihubungi VOI pada Rabu, 18 Agustus.
Redaksi lantas menghubungi Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kejelasan tersebut. Namun hingga berita ini diturunkan, Ali masih belum merespons pertanyaan soal peran BPJS Kesehatan dalam rencana pemerintah terbaru ini.
Asal tahu saja, pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pada awal pekan ini menyebut bahwa biaya perawatan pasien COVID-19 mulai 2022 akan ikut disokong oleh BPJS Kesehatan.
“Mulai 2022 BPJS Kesehatan akan turut cost sharing pasien COVID-19,” katanya dalam konferensi pers virtual pada Senin, 16 Agustus.
Menurut Menkeu, salah satu penyebab mengapa pemerintah merangkul lembaga social security tersebut adalah karena fokus lain akan diarahkan kepada penyelesaian masalah stunting di Indonesia.
“Selain penanganan pasien COVID, fokus lain dalam bidang kesehatan adalah menangani stunting di masyarakat, selain juga mendorong reformasi sistem kesehatan nasional dengan membangun sejumlah infrastruktur kesehatan untuk menangani pandemi,” tuturnya.
BACA JUGA:
BPJS Kesehatan sendiri mengklaim kondisi keuangan telah berlangsung membaik seiring dengan sejumlah pembaharuan yang dilakukan. Mengutip siaran resmi terkait laporan keuangan untuk periode 2020, diketahui bahwa terjadi perbaikan aset neto menjadi minus Rp5,69 triliun, dari sebelumnya minus Rp50,99 triliun pada 2019.
Disebutkan juga jika kinerja yang apik itu tidak terlepas dari dampak penyesuaian iuran sesuai dengan amanah Perpres 64 tahun 2020. Kemudian, BPJS Kesehatan menyatakan tidak terdapat klaim gagal bayar dan tercatat surplus pada arus kas sebesar Rp18,74 triliun pada 31 Desember 2020.
Adapun, pendapatan iuran untuk tahun lalu mencapai 139,85 triliun, meningkat dari 2019 yang sebesar Rp111,75 triliun. Sedangkan jumlah peserta yang tercatat sebanyak 222,46 juta jiwa sampai dengan penutupan 2020.