Bagikan:

JAKARTA - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional mengalami kontraksi pada Juni 2024 ini. Pemerintah pun harus segera mengambil langkah serius untuk menyelamatkan industri TPT dari keterpurukan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Kris Sasono Ngudi Wibowo menyebut, salah satu penyebab utama di industri TPT adalah maraknya produk-produk tekstil impor yang seringkali berupa barang ilegal.

Banjir produk impor dinilai makin menjadi-jadi semenjak Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merelaksasi kegiatan impor berlaku.

Alhasil, industri tekstil menjadi satu-satunya subsektor yang mengalami kontraksi berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dari Kemenperin pada Juni 2024.

"Dari 23 subsektor yang dipotret melalui survei indeks kepercayaan industri (IKI) ini, satu di antaranya kontraksi. Yang kontraksi ada di Direktorat Jenderal IKFT, khususnya ada di KBLI 13 yaitu industri tekstil," ujar Kris yang dikutip Jumat, 28 Juni.

Sebagai upaya penyelamatan, Kemenperin telah bersurat kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merumuskan kebijakan pengamanan beberapa komoditas, termasuk TPT, melalui instrumen Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP). Rencana pemberlakuan kedua instrumen ini juga dibahas dalam rapat terbatas (ratas) kabinet bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

"Kami terus melakukan rapat intens dengan Kemenkeu dan masih menunggu hasilnya," kata dia.

Meski begitu, belum ada keterangan pasti kapan BMAD dan BMPT tersebut diberlakukan, termasuk besaran nilainya. Namun, Kemenperin berharap kebijakan tersebut berlaku secepatnya dengan besaran yang maksimal.

Pengenaan BMAD dan BMTP diharapkan dapat menekan angka impor produk TPT ilegal sekaligus menggerakkan kembali utilisasi industri TPT nasional. Dengan demikian, risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil juga bisa berkurang.

Sebagai informasi, berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara, sedikitnya ada enam pabrik tekstil yang telah gulung tikar dan menyebabkan lebih dari 11.000 pekerja mengalami PHK.

Adapun keenam pabrik tekstil tersebut adalah PT S Dupantex, PT Alenatex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills dan PT Sai Apparel.

Sementara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat mencatat, sudah ada 22 pabrik yang tutup di daerah tersebut.