JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyambut baik kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard untuk impor kain, karpet dan tekstil penutup lantai lainnya.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebut, industri dalam negeri dapat memanfaatkan kesempatan dari kebijakan tersebut untuk meningkatkan kualitas dan mutunya.
"Kami menyambut baik pemberlakuan BMTP. Kami berharap dengan keputusan Menteri Keuangan dan pemberlakuan (aturan) itu bisa membuat meningkatnya daya saing produk kain jadi di dalam negeri," kata Febri kepada wartawan, dikutip Kamis, 8 Agustus.
Febri mengatakan, bahwa saat ini industri membutuhkan instrumen restriksi untuk menjaga daya saing industri lokal. Apalagi, di tengah situasi ekonomi global yang tak pasti ada banyak ekses perdagangan yang menyasar ke pasar Indonesia.
Padahal, dia menilai tidak semua harga barang impor murah dan akan terus murah di masa mendatang. Tak menutup kemungkinan negara-negara produsen tekstil itu juga menaikkan barang impornya.
"Sekarang saja barang impor itu murah, kalau sudah tergantung dengan barang impor dan mereka dengan kepentingannya, (akan) menaikkan harga barang impor. Sementara, kami sudah tergantung," ujarnya.
Sementara itu dari sisi konsumen, Kemenperin berharap agar masyarakat Indonesia untuk mulai menyerap barang-barang lokal. Dengan demikian, industri dapat kembali bergairah.
"Dari sisi konsumen, kami berharap konsumen sudah mulai melirik barang-barang dalam negeri yang memang cukup fair melihatnya. Sehingga, industri dalam negeri bisa meningkatkan daya saing produknya," ungkap Febri.
Sebelumnya, kebijakan safeguard itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2024 dan PMK 49/2024 yang akan berlaku 3 hari kerja terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada Selasa, 6 Agustus 2024.
Dalam aturan tersebut, safeguard diberlakukan atas berbagai pertimbangan, termasuk adanya hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia yang membuktikan bahwa industri dalam negeri masih mengalami kerugian serius akibat dari jumlah impor produk kain, karpet dan tekstil penutup lantai lainnya.
Sekadar informasi, sejumlah perusahaan tekstil di Indonesia tumbang dan terpaksa menutup usahanya. Mereka juga melakukan berbagai langkah efisiensi akibat penurunan produksi yang signifikan.
Berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara, sedikitnya ada enam pabrik tekstil yang telah gulung tikar dan menyebabkan lebih dari 11.000 pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK.
Baca juga:
Adapun keenam pabrik tekstil tersebut adalah PT S Dupantex, PT Alenatex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills dan PT Sai Apparel.
Sementara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat mencatat, sudah ada 22 pabrik yang tutup di daerah tersebut.
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Ariawan Gunadi mengatakan, pemerintah harus segera mengambil beberapa langkah strategis untuk menyelamatkan industri tekstil di Tanah Air.
"Pemerintah perlu melakukan optimalisasi kebijakan instrumen trade remedies terhadap praktik dumping yang dilakukan oleh China, ini sangatlah penting. Dapat dimulai dengan menerapkan kebijakan safeguard berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Kain," ujar Ariawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 27 Juni.