Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, indeks kepercayaan industri (IKI) pada Juni 2024 berada di angka 52,50 atau masih dalam level ekspansi.

Sementara kegiatan usaha secara umum juga meningkat sebesar 1 persen.

Namun, kondisi industri RI tersebut tak sejalan dengan yang terjadi di lapangan.

Pasalnya, belakangan ini banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), khususnya untuk sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebut adanya perbedaan optimisme IKI dengan keadaan di lapangan.

Menurutnya, jika IKI dihitung dari bidang makro bukan mikro.

"Soal optimisme di IKI naik, tapi kok di lapangan berbeda. Saya sampaikan memang kalau dari IKI kan makro, ya, semua subsektor," ujar Febri dalam Rilis IKI Juni 2024 yang dipantau secara daring, Kamis, 27 Juni.

Febri menilai, banyak PHK di pabrik tekstil atau konveksi disebabkan karena adanya faktor dari makro manufaktur secara keseluruhan.

"Jadi, beberapa industri yang lain itu juga cukup bagus kinerjanya di Juni (2024). Namun, untuk beberapa subsektor yang menurut kami terkena dampak dari relaksasi impor itu ada indikasi penurunan kinerja. Mungkin itu terlihat juga dari optimisme mereka, ada yang mengalami penurunan optimisme setelah pemberlakuan Permendag 8 (tentang kebijakan impor) itu," tutur Febri.

"Kalau dilihat per subsektor itu akan lebih kelihatan sebenarnya. Tapi kalau yang kami tampilkan sekarang itu hanya per makro saja untuk industri manufaktur atau industri pengolahan nonmigas," imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dikarenakan saat ini kondisi industri tekstil di global memang sedang bermasalah.

"Memang industri tekstil kemarin ada masalah karena globalnya bermasalah," ujar Airlangga di kantornya, Kamis, 20 Juni.

Airlangga mengatakan, ketika pengusaha tekstil ingin menjual produk-produknya di dalam negeri.

Namun, ada keterbatasan daripada pasar di dalam negeri itu sendiri.

"Dia ingin menjual di dalam negeri, tapi ada keterbatasan daripada pasar di dalam negeri," ucapnya.

Adapun berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara, sedikitnya ada enam pabrik tekstil yang telah gulung tikar dan menyebabkan lebih dari 11.000 pekerja mengalami PHK.

Keenam pabrik tekstil tersebut adalah PT S Dupantex, PT Alenatex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills dan PT Sai Apparel.

Sementara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat mencatat, sudah ada 22 pabrik yang tutup di daerah tersebut.