Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah didorong untuk mempercepat revisi Peraturan Presiden nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran Bahan Bakar Minyak (BBM)

Peneliti Center of Food, Energi, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dhenny Yuartha Junifta mengatakan, hal ini menyusul rendahnya produksi minyak dalam negeri dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar as yang dikhawatirkan dapat mengerek harga BBM serta makin membebani APBN.

"Kami pernah menghitung bagaimana kemudian jalan keluarnya. Salah satu cara memang merevisi Perpres untuk batasi penggunaan JBKP, besarnya di situ dan menguras fiskal," ujarnya dalam Energy Corner, Selasa 25 Juni.

Dikatakan Dhenny, pihaknya pernah melakukan penghitungan terkait opsi yang harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi konsumsi BBM Pertalite yang bisa menggerus APBN. Adapun beberapa opsi yang pernah diperhitungkan Indef antara lain pembatasan konsumsi mobil saja, mobil dengan CC tinggi atau semua kendaraan dibatasi kapasitasnya pada CC tertebtu tertentu.

"Contohnya ketika semua plat hitam, mobil dinas semua dibatasi pertalite dan motor di atas 150 CC dibatasi kita bisa hemat Rp34 triliun. Atau melalui kuota mobil 60 liter itu ada penghematan Rp17 triliun dan opsi hanya moil 1400cc," beber dia.

MEski demikian Dheny menegaskan satu-satunya cara yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan revisi terhadap Perpres 191/2014.

"Salah satu jalan yg ditempuh adalah revisi perpres segera dituntaskan karena menjerat fiskal.," pungkas dia.