JAKARTA - Komisi VII DPR menyampaikan sejumlah usulan terkait distribusi dan pembatasan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Salah satunya mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Revisi Perpres No. 191 tahun 2014.
Pernyataan itu disampaikan Anggota Komisi VII Fraksi Golkar Muchtarudin. Menurut Muchtarudin, hingga saat ini sebanyak 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin hanya mengonsumsi 20 persen BBM, tetapi 60 persen teratas mengonsumsi 80 persen BBM Subsidi.
Pertamina harus memastikan bahwa BBM Subsidi dipergunakan oleh segmen masyarakat yang berhak dan kendaraan yang sesuai ketentuan. "Ini artinya ada persoalan distribusi. Terkait regulasi perpres saya kira harus dipercepat. Kalau tidak akan sulit untuk mengatur distribusi. Kalau pengetatan tidak ada saya yakin akan jebol," ujarnya dalam Raker Komisi VII dengan Menteri ESDM di Jakarta, Rabu 24 Agustus.
Muchtarudin juga mengusulkan Kementerian ESDM untuk membentuk Satuan tugas atau satgas untuk mengawasi pendistribusian BBM bersubsidi. "BPH Migas dengan keterbatasan kemampuan jaringan juga tidak begitu kuat. Kemudian lembaga yang diberi tugas juga tidak jalan. Kalau dimungkinkan kita bentuk satgas," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, sampai Juli 2022, BUMN PT Pertamina mencatat konsumsi Pertalite telah menembus angka 16,8 juta kiloliter atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kilo liter. Angka konsumsi yang tinggi itu membuat kuota Pertalite hanya tersisa 6,2 juta kilo liter.
Sementara itu Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai PDIP Willy Midel menyarankan pemerintah untuk menggandeng Majelis Ulama Indonesia untuk memberlakukan fatwa untuk pembelian BBM bersubsidi. "Menurut hemat saya, saya bertemu beberapa tokoh MUI, setelah melihat pengawasan yang rawan jebol, bagaimana kalau buatkan saja fatwa. Jadi benar diarahkan pada orang yang tidak mampu," ujarnya.
BACA JUGA:
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menargetkan revisi Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 akan rampung Agustus 2022 mendatang. Adapun peraturan tersebut juga mengatur mengenai aturan pembelian BBM bersubsidi jenis pertalite.
Saat ini izin prakarsa untuk merevisi aturan pembelian BBM Subsidi alias Perpres 191/2014 sudah diperoleh. "Insya Allah (Agustus), kita harus kerja cepat ini. Item-itemnya sudah ada," ujarnya di Jakarta, Rabu 27 Juli.
Terkait item usulan, Arifin masih enggan buka suara sebab pemerintah kini tengah berfokus untuk menindaklanjuti izin prakarsa yang sudah terbit. "Izin prakarsa itu sudah dikeluarkan, sekarang ini akan kita tindak lanjuti untuk melakukan perbaikan-perbaikan dari yang sebelumnya disesuaikan dengan situasi yang ada," lanjutnya.
Pemerintah tengah menggodok revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual eceran BBM yang mengatur pembatasan penerima Bahan Bakar Minyak bersubsidi dan penugasan.
Melalui revisi Perpres itu, pemerintah berharap BBM jenis solar subsidi dan pertalite lebih tepat sasaran.