Bagikan:

JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyampaikan dalam beberapa minggu terakhir ini, penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama pada akhirnya juga berdampak pada penguatan mata uang Asia termasuk Rupiah.

"Pelemahan nilai tukar Rupiah saat ini yang masih berkisar Rp16.400 per dolar AS dipengaruhi oleh faktor sentimen global terutama pelemahan mata uang utama termasuk Euro, Yen dan Sterling," jelasnya dalam keterangannya, Jumat, 21 Juni.

Josua menyampaikan penguatan dolar AS didorong oleh kenaikan permintaan aset safe-haven di tengah gejolak yang sedang berlangsung di Eropa menjelang pemilihan parlemen Perancis di akhir bulan.

Selain itu, data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan cenderung mendorong pelemahan dolar AS namun hasil rapat FOMC bulan Juni mengindikasikan The Fed hanya akan memangkas suku bunga The Fed sebesar 25bps pada tahun ini sehingga mendorong kembali penguatan dolar AS.

Selain dari faktor global, Josua menyampaikan pelemahan Rupiah juga dipengaruhi pemberitaan dari salah satu kantor berita asing terkait kenaikan rasio utang pemerintah berikutnya meskipun belum dapat bisa dikonfirmasi sumbernya.

"Kebijakan belanja pemerintah ke depannya, yang dikhawatirkan cenderung lebih ekspansif pada masa pemerintahan mendatang sehingga defisit cenderung meningkat tajam," ujarnya.

Josua menyampaikan mekhawatiran ini juga terefleksi dari kenaikan yield obligasi 10 tahun sebesar 21bps ke level 7,13 persen.

Menurut Josua di tengah kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang masih mendominasi, BI diperkirkirakan akan tetap berada di pasar untuk melakukan triple intervention dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sehingga berpotensi mempengaruhi perkembangan cadangan devisa dalam jangka pendek.

Josua menyampaikan dengan pelemahan nilai tukar rupiah akan berpotensi mempengaruhi Perusahaan/sektor ekonomi yang mengimpor bahan baku akan menghadapi biaya yang lebih tinggi sehingga berpotensi menurunkan margin keuntungan dari perusahaan.

Sebaliknya, Josua menyampaikan emiten/perusahaan yang berorientasi ekspor dapat memperoleh keuntungan karena produk mereka menjadi lebih kompetitif di pasar internasional.

Josua menambahkan pelemahan rupiah juga berpotensi mendorong imported inflation yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat inflasi nasional serta mempengaruhi daya beli konsumen dan mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa.