JAKARTA - Indonesia dinyatakan bersalah atas gugatan Uni Eropa atau European Union di pengadilan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Pasalnya, RI dinilai belum siap atas kebijakan tersebut dan dinyatakan bersalah pada tahuh 2022.
Presiden RI, Joko Widodo kemudian menyatakan akan melakukan banding atas putusan tersebut. Dua tahun sudah berlalu, bagaimana nasib banding RI atas keputusan tersebut?
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan mengatakan sejatinya Indonesia akan mengajukan banding namun hingga saat ini masih menunggu terbentuknya Badan Banding atau Appellate Body
"Kita ajukan banding dan sudah hampir 2 tahun, badan banding di WTO belum terbentuk. Amerika selama ini memblok pembentukan dewan banding karena mereka menuntut reformasi total di WTO," ujarnya dalam Mining Zone yang dikutip Selasa 11 Juni.
Ia menjelask, dalam pembentukan badan banding harus disetujui oleh semua negara anggota WTO dan masih menunggu persetujuan Amerika yang menuntut reformasi total atas WTO.
Terkait keputusan Amerika ini, Bara mengaku pesimis badan banding ini akan terbentuk pada tahun ini. Ia menegaskan, selama Amerika masih belum mengambil sikap maka pembentuka badan banding ini juga belum ada kepastian akan dibentuk.
"Kapan dibentuknya kita juga tidak tahu apakah tahun depan atau tahun berikutnya," sambung Bara.
Bara juga menjelaskan, kalaupun nanti terbentuk, pembahasan terkait banding Indonesia kepada EU juga tidak serta merta akan dibahas. Untuk diketahui, kasus banding milik Indonesia berada pada urutan ke-21 sehingga masih harus menunggu lama.
"Kita case no 21 dan tidak bisa langsung kalau sudah tebentuk akan langsung dibahas karena masih ngantre dan itu memakan waktu," tegas Bara.
BACA JUGA:
Lebih jauh Bara mengatakan, sambil menunggu pembentukan badan banding, RI sudah melakukan pembicaraan dengan pihak EU untuk mencari amicable solution yang bisa diterima oleh kedua belah pihak terkait sengketa antara Indonesia dengan EU.
Meski demikian Bara tidak merinci lebih jauh progres dan keputusan pembicaraan yang dilakukan karena pembahasan masih berlangsung antar kedua belah pihak. Jika nanti amicable solution telah ditemukan, Bara pede gugatan EU atas Indonesia bisa dicabut.
"EU adalah patner yang penting dan sedang negosiasi soal economic partnership agreemen yang bagi kita adalah kepentingan yg cukup besar. Kalau bisa disertujui maka akan berikan impact luar biasa dan buka akses pasar bagi barang ekspor kita ke EU yg sangat besar itu," pungkas Bara.