Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo berbicara soal pengajuan banding Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO usai kalah gugatan soal kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel Indonesia dalam HUT ke-50 PDIP hari ini.

Gugatan ini diajukan Uni Eropa sebagai reaksi atas keputusan Indonesia yang menyetop ekspor nikel mentah. Jokowi menyebut pemerintah akan tetap melakukan upaya hukum sebisa mungkin demi memajukan peradaban Indonesia.

"Saya sampaikan kepada Menteri Luar Negeri, jangan mundur! Karena inilah yang akan menjadi lompatan besar peradaban negara kita. Saya meyakini itu, terus banding. Kita banding," kata Jokowi di JIExpo Kemayoran, Selasa, 10 Januari.

Namun, Jokowi mengaku belum bisa menyusun rencana selanjutnya jika banding yang diajukan atas gugatan setop ekspor nikel tersebut kembali kalah. Sebab, menurut dia, kondisi perdagangan dunia memang dimonopoli oleh negara-negara besar.

"Kalau banding nanti kalah, saya enggak tahu ada upaya apalagi yang bisa kita lakukan. Tapi itulah sebuah perdagangan yang kadang-kadang menekan sebuah negara agar mereka ikut aturan main yang dibuat oleh negara-negara besar," urai Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi menjelaskan alasan pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor bahan mentah. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini memandang, ekspor bahan mentah hanya meraup untung tak seberapa sehingga keputusan terbaik fokus mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Sementara, proyeksi jika pemerintah melakukan industrialisasi dan hilirisasi nikel, pendapatan negara dari sektor ini bisa melonjak sekitar 20 kali lipat.

"Nikel yang sudah kita stop 3 tahun yang lalu, dulu waktu masih mentah kita ekspor itu nilainya per tahun hanya Rp17 triliun. Setelah kita stop 3 tahun ini, setahun bisa menghasilkan kurang lebih Rp360 triliun. Itu sebuah angka yang besar sekali," urainya.

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia secara resmi mengajukan permohonan banding atas putusan panel WTO terkait kasus sengketa dengan Uni Eropa, pada 12 Desember 2022.

Pemerintah mengajukan banding sebagai bentuk pembelaan lanjutan atas laporan final panel pada 17 Oktober lalu, yang menyatakan Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592.