JAKARTA - Ekonom senior Indef, Faisal Basri melontarkan kritik terkait perpajakan Tanah Air. Faisal menyebut rasio pajak (tax ratio) Indonesia adalah yang terparah di dunia, turun nyaris delapan tahun berturut-turut dan bahkan, hanya tersisa satu digit.
"Tak ada satu negara pun yang mengalami penurunan rasio pajak separah Indonesia, nyaris 8 tahun berturut-turut. Hanya satu digit pula," tulisnya di akun Twitter @FaisalBasri, dikutip VOI, Kamis 4 Maret.
Tak ada satu negara pun yang mengalami penurunan tax ratio separah Indonesia, nyaris 8 tahun berturut-turut. Hanya 1 digit pula. pic.twitter.com/hr5ZwkIz5z
— Faisal Basri (@FaisalBasri) March 3, 2021
Dalam data yang diunggah Faisal Basri tersebut, penurunan tercatat terjadi selama 7 tahun sejak 2013, saat itu rasio pajak turun tipis 0,1 persen dari 11,4 persen pada 2014 menjadi 11,3 persen.
Terkecuali pada 2018 yang sempat naik 0,3 persen dari 9,9 persen ke 10,2 persen. Namun, rasionya terus melandai.
Terakhir, pada 2020 akibat pandemi rasio turun signifikan sebesar 1,5 persen, yaitu dari 9,8 persen menjadi 8,3 persen. Nisbah pajak sendiri adalah perbandingan antara pajak diterima negara dengan produk domestik bruto (PDB).
Cara menghitungnya, rasio pajak dibagi PDB dalam persen. Artinya, rasio pajak memberikan gambaran mengenai kemampuan negara menarik pajak dari penghasilan tahunan. Rendahnya nisbah pajak Indonesia menjadi indikator rendahnya kepatuhan membayar pajak masyarakat.
BACA JUGA:
"Pendapatan pajak naik lebih lambat dari peningkatan PDB. Artinya, perekonomian tumbuh tetapi kian banyak yang tak terjaring pajak," jelas Faisal.
Rasio pajak Indonesia sempat menyentuh level tertinggi selama 20 tahun terakhir pada 2008. Saat itu rasio pajak Tanah Air mencapai 13,3 persen.
Sayangnya capaian tersebut tak bertahan lama dan anjlok di tahun setelahnya menjadi 11,1 persen. Sejak itu pelambatan rasio pajak terus terjadi, dan terlebih saat pandemi COVID-19 menhantam perekonomian Tanah Air.