Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa 19 Maret 2024 diperkirakan akan kembali bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Senin 18 Maret, Kurs rupiah spot di tutup melemah 0,59 persen Rp15.690 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup turun 0,30 persen ke level harga Rp15.672 per dolar AS.

Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan data inflasi AS yang kuat pada minggu lalu membuat para pedagang waspada terhadap sentimen hawkish dari The Fed, sementara data upah yang positif dan inflasi yang tinggi memicu spekulasi massal mengenai apakah BOJ akan mengakhiri kebijakan ultra-longgarnya pada minggu ini.

"Pertemuan Fed menunggu isyarat penurunan suku bunga lebih lanjut Indeks dolar dan indeks dolar berjangka sedikit bergerak di perdagangan Asia pada hari Senin, stabil di dekat level tertinggi dua minggu dengan fokus pada kesimpulan pertemuan dua hari Fed pada hari Rabu," ucapnya dalam keteranganya dikutip Selasa 19 Maret.

Meskipun The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya tidak berubah, setiap sinyal mengenai rencana penurunan suku bunga pada tahun 2024 akan diawasi dengan ketat.

Namun, bank sentral juga mungkin akan mengambil tindakan yang lebih hawkish daripada yang diharapkan pasar, terutama karena data terbaru menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Februari.

Kemudian, spekulasi berakhirnya kebijakan suku bunga negatif dan pengendalian kurva imbal hasil BOJ.

BOJ memulai pertemuan dua harinya pada hari Senin, dengan keputusan yang ditunggu-tunggu akan dirilis pada hari Selasa.

Akan tetapi, para analis masih belum sepakat mengenai apakah bank sentral akan menaikkan suku bunga pada bulan Maret atau April, dengan konsensus umum sedikit condong ke arah kenaikan suku bunga pada bulan April.

BOJ diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 20 basis poin menjadi 0,1 persen dari negatif 0,1 persen.

Dari sisi internal, surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan berpotensi terus menyempit sepanjang tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2024 mencapai 870 juta dolar AS, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 2,02 miliar dolar AS.

Surplus yang berlanjut hingga Februari 2024 bukanlah kondisi yang sehat. Hal ini tercermin dari penurunan pertumbuhan ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor.

Tercatat, ekspor Februari 2024 turun sebesar 5,79 persen, sementara impor turun 0,29 persen secara bulanan.

Surplus perdagangan pada Januari dan Februari 2024 yang hanya mencapai 2,87 miliar dolar AS secara kumulatif, lebih rendah dari periode yang sama pada 2023, berpotensi menurunkan neraca transaksi berjalan di kuartal pertama 2024.

Surplus perdagangan diperkirakan masih akan berlanjut, tetapi cenderung menyempit pada 2024. Penurunan permintaan baik di dalam maupun di luar negeri berpotensi semakin menekan kinerja perdagangan.

Oleh karena itu, Ibrahim menyampaikan menjaga konsumsi di dalam negeri perlu terus diupayakan agar perusahaan masih bisa berproduksi.

Di sisi lain, transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh pendapatan primer, bukan hanya karena aktivitas perdagangan, yang dipengaruhi oleh aktivitas arus investasi portofolio, investasi langsung dan lainnya.

Sementara itu, baik neraca jasa maupun neraca pendapatan primer selama 15 tahun selalu mencatatkan defisit dan menekan kinerja transaksi berjalan.

Oleh karena itu, jika neraca perdagangan barang tidak mengalami surplus yang tinggi, maka akan sulit bagi transaksi berjalan Indonesia untuk mencatatkan surplus.

Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah pada perdagangan Selasa 19 Maret dalam rentang harga Rp15.680 - Rp15.760 per dolar AS.