Kemenkop UKM Minta Polisi Tak Menindak Pengendara Berknalpot <i>Aftermarket</i>, Ini Alasannya
Ilustrasi knalpot aftermarket. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) melakukan audiensi dengan perwakilan anggota Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI).

Hal ini untuk membahas soal regulasi terkait knalpot aftermarket yang diklaim banyak memiliki kesamaan dengan knalpot brong.

"Kami ingin melihat lagi regulasinya agar menyempurnakan dalam pelaksanaannya ini punya pemahaman yang sama dengan aparat hukum. Sementara, regulasinya ini dikerjakan, kami berharap bahwa ini jangan dilakukan penindakan karena regulasinya juga (belum ada)," ujar Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat, 23 Februari.

Hanung meminta, kepada pihak kepolisian untuk tidak menindak penggunaan knalpot aftermarket.

"Kami berharap, ini jangan dilakukan penindakan (tilang). Kalau pun dilakukan penindakan perlu tata cara dengan standar yang benar. Kalau tidak kasat mata tidak berisik, ya, jangan ditangkap," katanya.

Dia mencermati, sejumlah kasus penggunaan knalpot yang mengganggu kenyamanan masyarakat justru disebabkan belum adanya SNI baku terkait knalpot sebagaimana produk otomotif lain yang telah lebih dulu memiliki SNI.

Menurut Hanung, sebagimana disampaikan AKSI, ada potensi ekonomi yang luar biasa besar di bisnis knalpot tersebut.

Mengingat, anggota AKSI sendiri sudah memiliki 20 brand knalpot lokal dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 15.000 orang dan bisa berkembang karena masih ada sekitar 300 perajin knalpot dan brand knalpot yang bisa diajak bergabung dalam asosiasi.

Lebih lanjut, Hanung menargetkan, regulasi dari knalpot aftermarket sendiri bakal rampung pada Maret 2024.

"(Target regulasi) terbit (Maret 2024)," ungkapnya.

Sekadar informasi, pengendara kendaraan bermotor yang menggunakan knalpot brong tidak sesuai standar SNI dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 285 jo ayat (1) jo Pasal 106 ayat (3) dan Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dengan denda maksimal Rp250.000 karena kebisingan suaranya dapat mengganggu konsentrasi pengendara lainnya.

Sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas (lalin).

Terkait