Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah akan menerbitkan regulasi knalpot aftermarket atau yang diproduksi bukan oleh pabrikan kendaraan asli.

Hal ini dilakukan untuk mengatasi keresahan yang dihadapi pelaku industri knalpot yang kerap dituding memproduksi knalpot brong yang menimbulkan kebisingan hingga dirazia polisi.

Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perindustrian, dan Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) mengadakan rapat koordinasi untuk membahas aturan standar knalpot aftermarket untuk membedakannya dengan knalpot brong yang meresahkan.

Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Hanung Harimba Rachman menjelaskan, regulasi yang ada saat ini perlu disempurnakan agar aparat hukum memiliki pemahaman yang sama terkait knalpot aftermarket yang sudah sesuai dengan regulasi dengan knalpot brong.

Hanung menyebut hasil uji knalpot yang diproduksi oleh AKSI saat ini sudah sesuai dengan regulasi yang ada.

Salah satunya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang ambang batas kebisingan kendaraan bermotor.

Namun, belum ada regulasi yang jelas dan rinci terkait knalpot aftermarket sehingga menyebabkan banyak knalpot aftermarket yang dianggap sebagai knalpot brong. Knalpot brong umumnya menghasilkan suara bising yang mengganggu dan tidak sesuai dengan regulasi batas kebisingan kendaraan.

“Selama regulasinya ini dikerjakan, kami berharap bahwa ini (knalpot aftermarket) jangan dilakukan penindakan (razia) karena regulasinya juga (belum ada),” kata Hanung di Jakarta, Antara, Jumat, 23 Februari. 

Jika terpaksa dilakukan penindakan terhadap knalpot yang melanggar, Hanung mendorong aparat kepolisian untuk melakukan pengujian knalpot terlebih dahulu, apakah sudah memenuhi ambang batas kebisingan atau tidak.

“Kami akan segera menyiapkan regulasi yang mudah diterapkan penegakan hukumnya, dan kami berharap selama ini disusun, pelaku industri UMKM knalpot ini dilindungi dan dibina,” lanjut dia.

Dalam pertemuan tersebut, AKSI melaporkan bahwa razia di daerah-daerah terhadap knalpot aftermarket telah menyebabkan penurunan penjualan knalpot sekitar 70 persen. Penjualan normal mencapai 3—7 ribu unit per hari.

Sesuai data yang tercatat di AKSI terdapat lebih dari 300-an perajin knalpot di Indonesia. Industri ini menampung sekitar 15.000 tenaga kerja.

Oleh karena itu, AKSI menilai persoalan razia knalpot brong ini perlu dikomunikasikan dengan para pelaku industri. Sebab, ada perbedaan persepsi antara polisi dan pelaku industri knalpot terkait ini.

“Dari AKSI, produk-produk kami sudah mengikuti aturan pemerintah yang ada … desibel suaranya juga lebih rendah, tapi tetap (knalpotnya) dipotong, enggak boleh (dipakai). Ini salah persepsi,” ujar Ketua AKSI Asep Hendro.