Bagikan:

JAKARTA - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) akan mengajukan uji materiil atau judicial review (JR) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada pekan depan.

Sekadar informasi, UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dipungut oleh kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta dipungut oleh provinsi. Di mana PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa dikenakan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

“Saya rasa minggu ini tidak terkejar,mungkin awal minggu depan. Kalau tidak Senin, Selasa. Kita mau omongkan secara terbuka saat daftar ke MK agar publik bisa melihat,” ujar Ketua GIPI, Hariyadi Sukamdani ditemui di The Langham Hotel, Jakarta, Rabu, 31 Januari.

Hariyadi mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan drafting atau perbaikan untuk berkas tuntutan tersebut. Dia bilang sudah menerima masukan dari pengusaha dan masyarakat di sektor pariwisata dalam menyusun berkas tersebut.

Lebih lanjut, Hariyadi menekankan bahwa pihaknya akan fokus pada satu gugatan yakni pembatalan Pasal 58 ayat (2) dalam UU Nomor 1 Tahun 2022. Pasal ini terkait pengenaan pajak hiburan yang berkisar di angka 40-75 persen.

“Kita fokus (pasal) itu saja, karena masalahnya di situ. Tujuan kita membatalkan (pasal itu),” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan siap menghadapi gugatan judicial review dari pengusaha terkait dengan pengenaan pajak hiburan.

Tito bilang judicial review merupakan langkah hukum yang jadi hak setiap warga negara, termasuk pada pengusaha hiburan seperti karakoe hingga spa. Karena itu, dia pun menghormati langkah yang ditempuh pengusaha sektor pariwisata.

“enggak apa-apa itu kan hak, kita justru silahkan, bagusnya begitu. Bagusnya ada yang gak puas di minta aja JR ke Mahkamah Konstitusi, nanti kita akan mengganti gitu. Karena yang membuat UU kan pemerintah dan DPR, kita dorong JR,” ujar Tito.