JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu mengatakan terkait insentif untuk PPh Badan untuk industri hiburan masih dalam kajian. Adapun kabar insentif ini muncul setelah ada keberatan dari beberapa pengusaha mengenai tarif pajak hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen.
“Itu belum. Itu masih kita lihat dan kita tunggu saja nanti.” kata Febrio kepada awak media, Jakarta, Senin 29 Januari 2024.
Febrio menyampaikan pihaknya masih mengkaji dan mengkomunikasikan insentif dengan kementerian dan lembaga terkait. Sehingga ia, dia belum dapat memastikan kapan kebijakan insentif tersebut selesai.
“Belum (ada target)” ucapnya.
Selain itu, Febrio menyampaikan belum dapat memastikan kesulitan pembahasan insentif tersebut. Selain itu, Ia juga enggan menjelaskan secara detail sektor mana saja yang akan dapat insentif PPh Badan.
“Belum. Nanti ya,” ujarnya.
Sebagai informasi, terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) menjadi polemik di tengah masyarakat khususnya bagi pengusaha hiburan merasa keberatan mengenai penetapan tarif 40 persen hingga 75 persen untuk Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang termuat dalam pasal 55 UU HKPD.
Merespons keberatan itu, pemerintah telah menyiapkan insentif terhadap PPh Badan untuk penyelenggara industri hiburan. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan untuk sektor pariwisata akan diberikan berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10 persen dari PPh Badan, sehingga besaran PPh Badan yang besarnya 22 persen akan menjadi 12 persen.
SEE ALSO:
“Yang dipertimbangkan Bapak Presiden minta untuk dikaji diberikan insentif PPh Badan sebesar 10 persen” kata Airlangga usai rapat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Jumat, 19 Januari 2024.
Airlangga mengharapkan dengan adanya edaran ini dapat memperkuat kebijakan yang diambil pemerintah sekaligus memberikan penjelasan kepada para pelaku usaha dan masyarakat di daerah.
“Jadi surat edaran bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri akan lebih menjelaskan hal ini karena di dalam undang-undang itu kan sifatnya diskresi, sehingga kita tentu tidak ingin ada moral hazard, sehingga harus dipayungi oleh surat edaran,” ujarnya.