Tarif Pajak Hiburan hingga 75 Persen Tak Berubah, Pemerintah Siapkan Insentif Fiskal
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah dan DPR telah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), dan ketentuan lebih lanjut dari UU HKPD tersebut juga telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dipungut oleh Kabupaten/ Kota, khusus DKI Jakarta dipungut oleh Provinsi. PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10 persen, di mana sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35 persen.

Sedangkan Khusus PBJT atas Jasa Hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75 persen.

Sebelumnya dengan UU 28/ 2009 paling tinggi hanya 75 persen, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40 persen.

Pajak Hiburan yang sebesar yang minimum 40 persen ini dibebankan kepada Customer, sedangkan terhadap pihak Penyelenggara Jasa Hiburan juga dikenakan PPh Badan sebesar 22 persen.

Pemberlakuan pengenaan tarif PBJT yang baru paling lama 2 tahun sejak UU 1 Tahun 2022 mulai berlaku pada 5 Januari 2022 atau 5 Januari 2024 yang diatur oleh masing-masing Pemerintah Daerah.

Beberapa daerah telah menetapkan tarif PBJT diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, DKI Jakarta melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40 persen sebelumnya 25 persen, sedangkan Kabupaten Badung melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40 persen sebelumnya 15 persen.

Sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/ 2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75 persen di ceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, Depok, sebesar 50 persen di Sawahlunto, Kab Bandung, Kab Bogor, Sukabumi, Surabaya, dan sebesar 40 persen Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, Mataram.

“Sejak pascapandemi Sektor Pariwisata mulai tumbuh, salah satunya terlihat dari Pajak Daerah terkait Pariwisata yang terus meningkat. Karena itu kita perlu mendorong pengembangan sektor Pariwisata ini yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB dan penyediaan lapangan kerja,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis, Minggu 21 Januari 2024.

Pajak Daerah terkait Pariwisata sampai dengan Nopember 2023 yang mulai tumbuh antara lain Pajak Hotel tumbuh 46,6 persen atau sebesar Rp8,51 triliun, Pajak Restoran tumbuh 20 persen menjadi Rp13,6 triliun, Pajak Hiburan tumbuh 41,5 persen atau sekitar Rp2,01 triliun. Serta Bali dan DKI Jakarta tumbuh paling tinggi 56 persen dan 9 persen.

Terkait dengan insentif fiskal, pada Pasal 101 UU HKPD telah memberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya.

Adapun insentif fiskal ini dapat diberikan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional.

Pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.

Pemberian Insentif Fiskal ini ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), dengan memberitahukan kepada DPRD. Dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD, Bupati/ Walikota dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75 persen atau bahkan lebih rendah dari batas minimal 40 persen.

“Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah, dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti di Aceh), sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada, sedangkan daerah yang berbasiskan pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya,” terang Airlangga.

Guna memperkuat implementasi kebijakan terkait PBJT dan menyikapi perkembangan dinamika aspirasi di tengah masyarakat saat ini, Pemerintah telah menggelar Rapat Internal yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi pada 19 Januari 2024.

Salah satu keputusannya terkait Insentif Fiskal adalah bahwa Pemerintah akan memberikan Insentif Fiskal terhadap PPh Badan atas Penyelenggara Jasa Hiburan, di mana untuk Sektor Pariwisata akan diberikan berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10 persen dari PPh Badan, sehingga besaran PPh Badan yang besarnya 22 persen akan menjadi 12 persen.

“Untuk tetap mendukung pengembangan sektor pariwisata di daerah, Pemerintah akan memberikan insentif fiskal berupa pengurangan PPh Badan berupa fasilitas pajak yang ditanggung Pemerintah (DTP),” tegas Airlangga.

Airlangga juga menegaskan bahwa untuk memperkuat kebijakan dan memberikan penjelasan kepada para pelaku usaha dan masyarakat di daerah, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan akan membuat Surat Edaran kepada seluruh bupati/ wali kota terkait dengan petunjuk pelaksanaan atas PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan sesuai dengan ketentuan UU HKPD.

“Untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai pengenaan PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan, diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebagai petunjuk pelaksanaan kepada para Kepala Daerah agar pengenaan pajak ini tetap mendukung iklim usaha yang kondusif di daerah,” pungkas Airlangga.