Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Gibran, Dradjad Wibowo mengatakan program hilirisasi memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan hilirisasi, pertumbuhan ekonomi nasional bisa tumbuh positif.

Dradjad pun memberikan bukti keberhasilan hilirisasi pada sektor perhutanan untuk mengerek pertumbuhan ekonomi.

Kata dia, hilirisasi yang dilakukan ini menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

“Pengalaman hilirisasi kayu lapis dan ketas atau bubur membuktikan keberhasilan hilirisasi menyediakan kesempatan kerja dalam jumlah besar,” ujarnya dalam acara ‘Dilema Hilirisasi Tambang: Dibatasi atau Diperluas?’ di Jakarta, Kamis, 25 Januari.

Dradjad bilang perjalanan hilirisasi pada kayu lapis dimulai pada tahun 1970-an. Kemudian, keluar surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yakni Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Pertanian.

Terbitnya SKB ini sebagai respons kelangkaan pada kayu gelondongan.

Saat itu, sambung dia, ekspor kayu gelondongan masih diperbolehkan. Pada saat yang bersamaan, Indonesia sudah berinvestasi pada industri kayu lapis. Sehingga, kapasitas terpakainya anjlok dari 50 persen menjadi 30 persen.

“Pemerintah langsung mengambil tindakan melarang ekspor kayu gelondongan, ekspor kayu bulat, sehingga kemudian kita bisa melihat tren industri dan produksinya itu melejit,” ucapnya.

Dradjad bilang kapasitas yang tadinya di bawah 1 juta pun langsung meningkat besar-besaran. Bahkan, produksinya langsung melejit tinggi dan mencapai puncaknya pada tahun 1992 menyentuh 10 m3.

“Itu puncak dari industri kayu lapis,” jelasnya.

Rasio nilai ekonomi pra hilirisasi kayu lapis dan puncak kejayaannya, sambung dia, naik 40 kali lipat. Bahkan, devisa juga terkerek naik 165 kali lipat.

Di masa kejayaannya, industri kayu lapis ini menyediakan 246.000 lapangan kerja.

Kata dia, pengalaman hilirisasi yang telah dijalankan ini memberikan dua pelajaran. Pertama, tanpa hilirisasi Indonesia kehilangan kesempatan kerja, nilai ekonomi, devisa, dan pemasukan negara dalam jumlah besar.

“Pemanfaatannya jelas, jadi kita akan hilang kalau kita tidak melakukan hilirisasi. Karena itu hilirisasi mau tidak mau harus kita jalankan,” ucapnya.

Kedua, sambung Dradjad, kelestarian harus dijamin dalam hilirisasi sumber daya alam terbarukan.

Sementara untuk sumber daya alam tidak terbarukan hilirisasi harus dilakukan dalam koridor mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

“Terpenuhinya prinsip kelestarian terbukti mampu menciptakan pasar. Di sisi lain ketidaklestarian terbukti membuat industri jadi anjlok. Jadi itu pengalaman kita hilirisasi di masa lalu yang kita jadikan pelajaran dan itu yang kita perlu jadikan pegangan, pedoman untuk melanjutkan hilirisasi di masa depan,” katanya.