Rupiah Berpotensi Melemah, Pasar Tunggu Hasil Rilis Data Nonfarm Payrolls AS
Rupiah dan Dolar AS (Foto: dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari kedua 2024 diperkirakan akan bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring berbagai rilis data eksternal.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari selasa 2 Januari, Kurs rupiah spot melemah 0,46 persen ke Rp15.470 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jisdor ditutup melemah 0,21 persen ke level harga Rp15.473 per dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan Nonfarm payrolls menunggu isyarat lebih lanjut mengenai penurunan suku bunga Fed Pasar sekarang fokus pada data utama nonfarm payrolls untuk bulan Desember, yang akan dirilis pada hari Jumat ini.

"Angka tersebut diperkirakan akan menunjukkan penurunan lebih lanjut di pasar tenaga kerja sebuah tren yang kemungkinan akan memberikan tekanan lebih besar pada The Fed untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga lebih awal," Jelasnya dalam keterangan resminya, dikutip Rabu 3 Januari.

Selain itu, Alat Fedwatch CME menunjukkan para pedagang memperkirakan peluang lebih dari 70 persen bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Maret.

Namun sebelum pembacaan bulan Maret, bank sentral masih harus menghadapi serangkaian pembacaan perekonomian, terutama mengenai inflasi dan pasar tenaga kerja.

Ibrahim menyampaikan meskipun inflasi dan pasar tenaga kerja menurun secara substansial sepanjang tahun 2023, tekanan harga masih jauh di atas target tahunan The Fed sebesar 2 persen.

"Ruang kerja juga relatif panas. Pejabat Fed memperingatkan pada bulan Desember bahwa bank sentral perlu melihat lebih banyak pendinginan dalam dua tren tersebut untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga lebih awal," Ujarnya.

Dari sisi internal, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Indonesia pada tahun 2023 sebesar 2,61 persen yoy, tingkat inflasi tersebut merupakan yang terendah dalam dua dekade terakhir. Inflasi yang landai pada tahun 2023 didorong pengendalian inflasi yang baik oleh pemerintah maupun Bank Indonesia (BI).

Terlebih, pada tahun 2023 ada ketIdakpastian yang membayangi pergerakan inflasi dalam negeri, salah satunya fenomena kekeringan panjang atau El Niño. Selain itu, inflasi pada tahun 2023 rendah karena faktor basis tinggi.

Pada tahun 2022, ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang menyulut inflasi. Sesuai pola musiman, biasanya tingkat inflasi akan menurun pada satu tahun setelah tahun adanya kenaikan harga BBM bersubsidi.

Selain itu, pasar juga memantaui tentang kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 tercatat mengalami defisit Rp241,4 triliun per 28 Desember 2023.

Sementara itu, angka defisit tersebut didapatkan dari realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp2.725,4 triliun. Sementara belanja negara terealisasi senilai Rp2.966,8 triliun.

Adapun, realisasi pendapatan negara tersebut telah mencakup 110 persen target APBN awal senilai Rp2.463 triliun, atau tembus 103,3 persen dari target revisi yang tercantum dalam Perpres No. 75/2023 dengan angka Rp2.637,2 triliun.

Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah pada perdagangan Rabu 3 Januari dalam rentang harga Rp15.450- Rp15.510 per dolar AS.