JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan bahwa masih ada delapan provinsi yang belum menetapakan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024. Salah satu provinsinya adalah Kalimantan Tengah.
Padahal, UMP seharusnya ditetapkan paling lambat pada tanggal 21 November 2023 pukul 23.59 waktu setempat.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan sebanyak 30 Gubernur telah menetapkan UMP di wilayahnya masing-masing. Artinya masih ada delapan provinsi yang belum menetapkan UMP.
Adapun provinsi yang belum menetapkan UMP 2024 adalah Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, dan Papua Selatan.
“Saya kembali mengingatkan Bapak/Ibu Gubernur di seluruh provinsi untuk menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2024 paling lambat pada 21 November 2023,” ujar Ida dalam keterangan resmi, ditulis Rabu, 22 November.
Ida mengatakan dari 30 provinsi yang telah menetapkan UMP, terdapat tiga provinsi yang menetapkan UMP 2024 tidak sesuai dengan ketentuan pengupahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengumumkan kenaikan tertinggi dalam penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 mencapai 7,5 persen atau Rp223.280 dan kenaikan terendah sebesar 1,25 persen atau Rp35.750.
Persentase (kenaikan UMP 2024) terendah 1,2 persen, tertinggi 7,5 persen,” kata Indah dalam Ngobrol Bareng Dirjen PHI dan Jamsos Kemenaker RI, pada media briefing laporan penetapan UMP 2024, Selasa 21 November.
BACA JUGA:
Indah menyampaikan angka tersebut masih bersifat sementara, lantaran masih ada beberapa provinsi yang belum melaporkan salinan SK Gubernur ke Kemenaker. Selain itu Ia belum dapat merincikan secara pasti provinsi mana yang mengalami kenaikan tertinggi dan kenaikan terendah.
Indah mengatakan nantinya provinsi yang melanggar aturan tersebut akan mendapatkan pembinaan hingga sanksi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Karena ini bukan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker) tapi PP, maka sanksi bukan di kami tapi Kemendagri, yang jelas sanksi itu ada,” terang Indah.