Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menyebut, ada tujuh hal mendasar yang menjadi fokus pemerintah atas perubahan ketiga Undang-Undang (UU) Perkoperasian tahun 2023.

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Seskemenkop UKM) Arif Rahman Hakim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin, 13 November.

"Pertama, modernisasi kelembagaan dan usaha koperasi agar dapat kompatibel dengan perkembangan zaman. Hal ini dilakukan dengan memodernisasi ketentuan keanggotaan, perangkat organisasi, modal, usaha, serta ekosistem pendukung," kata Arif dalam siaran pers dikutip Selasa, 14 November.

Kedua, rekognisi bahwa koperasi dapat menjalankan usaha di berbagai lapangan usaha. Koperasi dapat memilih lapangan usaha sesuai dengan pilihan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang memiliki 1.790 pilihan.

"Agar koperasi memiliki keleluasaan tumbuh besar di berbagai lapangan usaha," ujarnya.

Ketiga, afirmasi pada koperasi sektor riil agar menjadi penopang dan penggerak utama ekonomi masyarakat. Koperasi di sektor pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, pengolahan, pariwisata, dan sebagainya, saat ini kurang berkembang.

"Padahal, sektor tersebut menyerap tenaga kerja yang besar serta menyumbang nilai tambah yang tinggi," ucap Arif.

Keempat, pemurnian dan penguatan usaha simpan pinjam koperasi agar berbasis jati diri. Mengatur tentang standar tata kelola yang baik, sebab usaha simpan pinjam tergolong usaha dengan risiko tinggi.

Kelima, pendirian dua lembaga penyangga usaha simpan pinjam. Di sini, keberadaan lembaga pengawas independen menyaratkan lembaga penjamin simpanan anggota. Sebab, efektivitas penegakan hukum dapat dilakukan ketika dana anggota dijamin lembaga tertentu, seperti pada industri keuangan dengan adanya OJK dan LPS.

Keenam, rekognisi dan mengatur tentang keberadaan lembaga/profesi pendukung dan penunjang perkoperasian sebagai suatu ekosistem terpadu.

Setidaknya ada 21 lembaga/profesi yang terlibat dalam membangun koperasi.

"Untuk maksud tersebut, pemerintah mengoordinasikan sinergi penyelenggaraan ekosistem perkoperasian melalui perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta pembinaan dan pemberdayaan koperasi," tuturnya.

Fokus ketujuh adalah peningkatan perlindungan anggota dan badan hukum koperasi melalui penerapan sanksi pidana. Mengingat banyak terjadi penyelewengan dan penyimpangan koperasi yang merugikan anggota, serta penyalahgunaan badan hukum koperasi yang merugikan masyarakat.

"Hal tersebut dapat dikurangi dengan penerapan sanksi pidana," ungkapnya.

Pada kesempatan sama, anggota DPD RI Achmad Sukisman Azmy menyepakati adanya revisi dari UU Perkoperasian karena sudah berumur lebih dari 30 tahun.

"Terlebih lagi, dengan melihat kemajuan teknologi saat ini, agar koperasi bisa bertahan dengan bagus. Perlu juga pengawasan koperasi diperkuat," ungkapnya.

Sukisman menambahkan, ada beberapa permasalahan koperasi yang sebaiknya dimasukkan juga ke dalam perubahan UU Perkoperasian, seperti kurangnya minat berkoperasi, keterbatasan SDM, hingga banyak muncul piutang macet.

"Masalah koperasi lainnya adalah kurangnya pengawasan kepada pengurus koperasi, hingga pengelolaan arsip koperasi yang kurang efektif," jelas dia.

Sementara itu, anggota DPD lainnya dari Kalimantan Barat H Sukiryanto mendorong agar revisi UU Perkoperasian ini dapat menjawab segala persoalan penting yang membelit koperasi. Misalnya, terkait perlindungan anggota.

"Selain itu, juga harus ada lembaga penjamin simpanan. Sehingga, kalau pengurusnya nakal, anggota koperasi tidak sampai menjadi korban," imbuhnya.