Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) memastikan Surat Presiden (Surpres) kepada Pimpinan DPR RI terkait pembahasan RUU (Rancangan Undang-Undang) Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian akan mulai dibahas pada Oktober mendatang.

"Statusnya adalah kumulatif terbuka, sehingga tidak masuk dalam Prolegnas. Kapan pun pemerintah siap dapat langsung mengirimkannya kepada DPR. Alhamdulillah, Surpres sudah turun dan telah disampaikan kepada DPR pekan lalu. Dapat dipastikan mulai Oktober 2023 pembahasan akan dilangsungkan," kata Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, pada Selasa, 26 September.

Zabadi mengatakan, pemerintah menargetkan agar pembahasan dan pengesahan RUU dapat terlaksana pada akhir 2023 ini, yang mana status undang-undang ini adalah perubahan ketiga terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992.

"Ini perlu kami sampaikan kepada masyarakat, khususnya gerakan koperasi bahwa RUU Perkoperasian disiapkan awalnya untuk mengganti undang-undang lama dengan undang-undang yang baru," ujarnya.

Dia menyebut, adanya aspirasi gerakan koperasi untuk mendapatkan pembaharuan regulasi, dan adanya ketentuan Pasal 97A UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mana UU Nomor 25 Tahun 1992 sudah dua kali diubah melalui dua undang-undang omnibus law.

Pertama adalah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) dan kedua adalah Undang-Undang Cipta Kerja. Sehingga sesuai ketentuan, RUU Perkoperasian statusnya adalah perubahan ketiga terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992.

Meski begitu, berbagai subtansi yang sudah disosialisasikan dalam serap aspirasi (meaningfull participation) kepada pemangku kepentingan dan masyarakat sejak 2022 sampai dengan 2023 ini tidak mengalami perubahan.

"Yang berubah hanya sistematikanya saja, dari awalnya RUU Perkoperasian yang sifatnya penggantian disesuaikan menjadi perubahan terhadap Undang-undang Perkoperasian," ucap Zabadi.

Menurut Zabadi, perubahan UU ini sangat mendesak dan dibutuhkan masyarakat, sesuai surat Presiden kepada Pimpinan DPR RI yang menyatakan sebagai prioritas utama untuk dibahas dan memperoleh persetujuan.

"Tantangan zaman, dinamika lapangan, serta kebutuhan masyarakat perlu secepatnya dijawab dengan pembaruan regulasi, agar masyarakat pada umumnya dan gerakan koperasi pada khususnya memiliki daya dukung regulasi yang baik," tuturnya.

Lebih lanjut, Zabadi berharap, RUU Perkoperasian ini dapat menjadi landasan hukum untuk mewujudkan asas kekeluargaan dan semangat gotong royong dalam membangun perekonomian nasional yang tumbuh stabil secara berkelanjutan dan berkeadilan.

"Keadilan ekonomi akan menjadi isu utama kebijakan pemerintah pada masa mendatang. Koperasi merupakan wahana utama untuk mewujudkan tujuan nasional di bidang ekonomi, yaitu masyarakat yang adil dan makmur," pungkasnya.