Bagikan:

JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyindir perbankan nasional yang masih enggan membiayai pembangunan industri pertambangan. Padahal, kata dia, IRR untuk membangun smelter nikel itu titik impasnya atau break event poin (BEP) hanya butuh waktu 6 tahun dari investasi.

“Pertanyaan saya kenapa perbankan tidak mau melihat ini? Perbankan hanya mau melihat kredit standby loan. Padahal ini sangat bagus sekali. Mana ada investasi bisnis 5-6 tahun break even point. Ini tantangan untuk kita,” katanya dalam acara BNI Investor Daily Summit 2023, di Jakarta, Rabu, 25 Oktober.

Bahlil mengungkapkan bahwa saat ini izin usaha pertambangan (IUP) mayoritas dipegang oleh orang Indonesia. Tapi, kata dia, industrinya dipegang asing.

“Saya memberikan contoh nikel IUP 80 persen nikel itu milik orang Indonesia, bukan milik asing IUP-nya. Di mana yang dimiliki oleh asing yaitu industrinya, smelter-nya. Smelter-nya ini dimiliki oleh asing. kenapa? karena memang perbankan asing lah yang mau membiayai untuk pembangunan industri itu,” ucapnya.

Lebih lanjut, Bahlil mengatakan kritik yang disampaikan ekonom terkait dengan hilirisasi di Indonesia hanya dikuasai asing tidak sepenuhnya benar. Namun juga tidak sepenuhnya salah.

“Hasil devisa daripada hilirisasi lebih banyak dimanfaatkan oleh asing,itu saya ingin mengatakan bahwa ada benarnya, ada tidak benar juga. Yang benarnya itu adalah dia harus mengembalikan untuk membayar utang dan bunga karena kredit semuanya adalah kredit luar negeri. Tetapi untuk keuntungan itu semua masuk ke Indonesia,” jelasnya.

Melihat kondisi ini, Bahlil pun menyarankan agar perbankan nasional dengan investor nasional berkolaborasi membangun industri-industri strategi di Tanah Air.

“Karena itu opurtunity-nya bagus sekali,” ucapnya.