JAKARTA - Warga Desa Bangkal Kabupaten Saruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi korban konflik agraria di sektor perkebunan sawit, pada Sabtu 7 Oktober. Korban bahkan mendapat perlakuan represif dari aparat saat mengamankan aksi terhadap PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP).
Aksi represif tersebut menimbulkan satu orang warga meninggal akibat ditembaki peluru tajam serta gas air oleh aparat. Ada pula dua warga lainnya mengalami kritis serta puluhan warga lainnya ditangkap.
Aksi yang dilakukan warga Desa Bangkal bukan tanpa dasar. Mereka menuntut hak mereka atas lahan 20 persen yang tidak kunjung direalisasikan oleh PT HMBP. Padahal, protes yang dilakukan masyarakat sudah berlangsung sejak 2008.
Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Nasional, Sabarudin menilai, ketidakpatuhan perusahaan kelapa sawit terhadap kewajiban pembangunan kebun masyarakat seluas 20 persen hampir terjadi di seluruh wilayah pengembangan sawit di Indonesia. Hal itu memicu terjadinya konflik antara perusahaan dan warga sekitar.
Pihaknya pun mengecam tindakan brutal dan represif aparat kepolisian dalam melakukan penanganan konflik sosial dan aksi damai yang dilakukan oleh warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah dengan. Sabarudin heran, aksi warga disikapi penangkapan dan penembakan hingga menimbulkaj jatuhnya korban jiwa.
"Kapolri harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban warga, serta mengusut tuntas pelanggaran prosedural dan bentuk penanganan represif aparat kepolisian di Kabupaten Seruyan, sekaligus mengambil tindakan hukum yang tegas dan mencopot kapolsek, kapolres dan/atau kapolda yang berada dibelakang kekerasan penanganan konflik agraria," kata Sabarudin dalam siaran pers di Jakarta, dikutip Selasa 10 Oktober.
BACA JUGA:
SPKS juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar memerintahkan Kapolda Kalteng Irjen Anang Avianto untuk menarik semua aparat kepolisian dari wilayah konflik. Sabarudin juga meminta Mabes Polri mengusut dan menindak tegas aparat yang melakukan tindakan kekerasan dalam penanganan aksi demo PT HMBP.
"Kami juga mendesak Kapolri agar memerintahkan Kapolres Seruyan segera membebaskan seluruh warga yang ditangkap atau ditahan oleh aparat saat melakukan aksi damai menuntut hak atas tanah mereka kepada PT Hamparan Masawit Bangun Persada," ucap Sabarudin.
Pihaknya juga mendorong Komnas HAM membentuk Tim Pencari Fakta Independen agar menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam aksi kekerasan di Desa Bangkal. Sabarudin juga ingin Pemprov Kalteng dan Pemkab Seruyan, termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian ATR/BPB, serta Kemenko Perekonomian ikut bertanggung jawab segera menyelesaikan konflik tersebut.