JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus meningkatkan kesiapan pekebun untuk mengikuti tata kelola sawit berkelanjutan guna menghadapi regulasi antideforestasi yang dikeluarkan Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR).
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Kementan Prayudi Syamsuri menyatakan sebagai kementerian yang tugas pokok dan fungsinya pembinaan di hulu, posisinya terhadap EUDR bukan menerima atau menolak, tetapi introspeksi diri apakah sudah mempersiapkan pekebun untuk siap tracebility.
"EUDR adalah 'wake up call' atau peringatan untuk memperbaiki tata kelola sawit di dalam negeri. Posisi Kementan sekarang adalah membangun kelapa sawit berkelanjutan," katanya mengutip Antara, Jakarta, Jumat, 25 Desember.
Untuk tracebility, lanjutnya, Ditjenbun sudah menyiapkan Block Chain Indonesia Plantation Database. Untuk petani ada surat tanda daftar berusaha elektronik (e-STDB) dan perusahaan melalui sistem informasi perizinan perkebunan (Siperibun).
"Semua proses dari TBS ke PKS, CPO PKS diekspor atau ke industri, semua terdata dalam bentuk bar code," ujarnya.
Barcode ini diupayakan masuk dalam Indonesia National Single Window untuk eksportir, downstream industry dan renewable industry. Sampai produk akhirnya bisa ditelusuri dari mana asalnya sampai tingkat kebun.
Dirjenbun, tambahnya, dalam "International Dialogue Palm Oil vs EUDR, Let’s talk EUDR with Special Attention to Palm Oil” yang digelar BPDPKS, sudah mengajukan pembiayaan untuk membuat geomap petani ini.
“Kita juga tawarkan ke UE untuk menggunakan block chain kami dalam tracebility. Mereka tidak perlu membuat sistem baru, pergunakan saja sistem kami," katanya.
Prayudi menyatakan, langkah-langkah yang dilakukan tersebut sekaligus sebagai upaya meningkatkan keberterimaan minyak sawit di pasar dunia sehingga industri ini tidak terganggu.
Sementara itu Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menyatakan dari sisi petani, khususnya anggota SPKS, sama sekali tidak ada masalah terhadap kebijakan EUDR.
"Praktek-praktek yang sudah dilakukan SPKS menunjukkan bahwa petani mampu memenuhi EUDR asal ada dukungan dari pemerintah dan swasta melalui kebijakan dan kemitraan yang adil bagi petani dan masyarakat lokal," katanya.
Kebijakan EUDR dibandingkan dengan regulasi Indonesia, lanjutnya, terkait dengan petani juga banyak yang sama. Masalahnya apakah regulasi itu sudah dilaksanakan atau belum, menurut dia, perlu ada aksi di lapangan menerapkan semua aturan itu.
Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Achmad Maulizal Sutawijaya, menyatakan kelapa sawit terus mendorong produk domestik bruto (PDB) perkebunan positif sehingga PDB Indonesia triwulan 1 tumbuh 5,03 persen.
Kelapa sawit produktivitas lahannya jauh lebih tinggi dibanding minyak nabati lain, tambahnya, setiap tahun permintaan minyak sawit dunia tumbuh 8,5 juta ton sedang pasokan 8,2 juta ton yang mana 42 persen dipenuhi dari minyak sawit.
BACA JUGA:
Menurut dia, sejumlah tantangan sektor kelapa sawit di tanah air yakni produktivitas rendah padahal Indonesia produsen nomor satu di dunia. Untuk itu Indonesia harus menjadi world class plantation operation toward industry 4.0, memanfaatkan teknologi untuk operasional kebun.
Tantangan lainnya, lanjut Achmad Maulizal, adalah inefisiensi usaha kebun sawit rakyat serta panjangnya rantai pasok.
"Perbaikan dalam bidang ini potensi disampaikan ke UE bahwa pengembangan sawit bukan lagi perluasan tetapi perbaikan rantai pasok dan perbaikan GAP (good agriculture practice0," katanya.
CIRAD Regional Director for South Asian Island Country Jean Marc Roda menyatakan tantangan utama sustainabilility kelapa sawit bukanlah deforestasi tetapi pada rantai pasoknya.
"Hambatan EUDR merupakan kesempatan untuk hilirisasi menghasilkan nilai tambah tinggi di dalam negeri," katanya.