Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga mengatakan, usulan larangan penjualan produk impor di bawah 100 dolar AS atau sekitar Rp1,5 juta di platform online e-commerce maupun social commerce dalam revisi Permendag No. 50/2020 dikhawatirkan dapat mengganggu penawaran dan permintaan.

"Kalau (usulan tersebut) mengganggu supply dan demand nantinya kan yang kena impact (dampak) customer," kata Bima kepada wartawan ditemui di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 8 September.

Di sisi lain, Bima khawatir adanya usulan tersebut bisa mengakibatkan UMKM menjadi lumpuh.

Sebab, banyak barang produksi atau kebutuhan yang diperlukan tak dapat diperoleh karena belum tersedia di Indonesia.

"Akan tetapi, jangan sampai nantinya setelah aturan ini keluar dan mungkin dalam jangka waktu yang ditentukan misalnya tidak boleh ada barang-barang yang tidak bisa ditemukan yang belum ada di dalam negeri itu," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan membenarkan soal rencana larangan penjualan barang impor dengan harga di bawah 100 dolar AS atau setara Rp1,5 juta (asumsi kurs Rp15.000 per dolar) di platform belanja digital (e-commerce) atau online.

"Barang yang dijual itu juga ada harga minimalnya, enggak semua (bisa dijual). Masa kecap harus impor, UMKM aja kan bisa bikin sambal. Maka saya usulkan, harganya (minimal) 100 dolar AS," katanya saat ditemui di Hotel Four Season, Jumat, 28 Juli.

Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan menjelaskan, usulan larangan penjualan produk impor dengan harga minimum 100 dolar AS ini akan diatur dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usah, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

Lebih lanjut, dia mengatakan, revisi Permendag 50 Tahun 2020 saat ini masih dalam proses harmonisasi antara kementerian.