Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menerima audiensi Asosiasi Pengusaha Logistic E-Commerce (APLE) dan Asosiasi Logistik Digital Economy Indonesia (ALDEI) terkait maraknya produk impor yang diduga ilegal masuk ke lokapasar di Indonesia, pada Rabu, 20 September.

Ketua Asosiasi APLE Sonny Harsono mengatakan, saat ini marak ditemukan barang-barang impor yang diperjualbelikan dengan sangat murah di platform marketplace lokal maupun di socio-commerce yang dapat dipastikan barang tersebut bukanlah barang crossborder.

"Dari ongkos logistik saja sudah di atas biaya minimum pengiriman secara airfreight (udara), maka dapat dipastikan barang-barang yang dijual dengan harga murah diimpor dengan cara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan/tidak resmi/under invoicing. Belum lagi ditemukan 13 produk yang telah dilarang diperjualbelikan secara crossborder namun justru di temukan di platform lokapasar dengan harga jauh lebih murah," kata dia dalam keterangan resminya, dikutip Kamis, 21 September.

Sonny menambahkan, lemahnya pengawasan dan tidak adanya sistem kontrol dari otoritas perdagangan dan fiskal menjadi salah satu faktor banyaknya produk impor ilegal masuk ke pasar dalam negeri. Masifnya penjualan barang impor yang dilakukan secara online tersebut dapat membunuh produk di dalam negeri.

"Banyak barang masuk secara ilegal dari jalur laut dengan ongkos kirim cukup murah berkisar 500 dolar AS per 1 kontainer atau setara dengan 0,001 dolar AS per barang. Padahal, jika menggunakan jalur resmi dikenakan ongkos kirim mencapai 6-8 dolar AS per kilogram," tambahnya.

Senada dengan Sonny, Ketua ALDEI Imam S. mengatakan, dugaan impor ilegal bisa mematikan UKM dalam negeri. Hal itu bisa dilihat dari banyak biaya yang dipangkas secara tidak resmi sehingga harga pun bisa jauh lebih murah.

"Setiap barang impor tentu harus ada historikal perizinan atau perizinan impornya, yang kedua perizinan menjual impornya dan dokumentasi harus jelas," ucap dia.

Dari sisi logistik, Imam menambahkan, saat ini persaingan perusahaan logistik di Tanah Air pun cukup berat, yang mana sektor logistik 70 persen dikuasai asing, dan sisanya sebesar 30 persen dari lokal.

"Kondisi persaingan logistik saat ini bisa dibilang sudah sampai tahap predatory pricing dan unfair competition, yang mana pemilihan jasa tidak lagi ditentukan oleh buyer dan seller, tetapi ditentukan oleh platform e-commerce," tuturnya.

"Hal ini juga turut berdampak pada status tenaga kerja kurir yang awalnya pegawai tetap, saat ini banyak yang hanya menjadi mitra. Ini berpengaruh pada pendapatan mereka," sambung dia.

Dalam kesempatan tersebut, Asosiasi APLE dan ALDEI memberikan lima rekomendasi terkait permasalahan dugaan banyaknya produk impor ilegal.

Rekomendasi pertama, pemerintah harus melakukan pengawasan bersama ke setiap platform e-commerce yang menjual barang murah dan mengecek barang yang dijual apakah sudah sesuai dokumen kepabeanan atau belum.

Untuk rekomendasi kedua, yaitu mendorong platform e-commerce untuk mewajibkan barang impor disertai dokumen izin impor sebelum dijual.

Lalu, rekomendasi ketiga adalah produk crossborder dari produsen luar negeri ke konsumen di dalam negeri di bawah harga 100 dolar AS dilarang masuk ke Indonesia.

Berikutnya, rekomendasi keempat yaitu mewajibkan platform e-commerce dalam negeri dan luar negeri untuk mengutamakan dan tidak mendiskriminasi produk Indonesia.

Adapun rekomendasi kelima atau terakhir yaitu penyedia platform e-commerce dilarang menjual produk miliknya sendiri, kecuali produk tersebut hasil agregasi UMKM dan dibuktikan dengan NIB.