Bagikan:

YOGYAKARTA - Aturan tentang pelarangan impor dari e-Comerce nampaknya menuai pro dan kontra. Karena imbas Permendag No.31/2023 ke Mahkamah Agung (MA) muncul maka membuat para pengusaha berusaha untuk menggugatnya. Emang apa sih alasan pengusaha gugat aturan larang impor di e-commerce?

Pasalnya diketahui saat ini Sony Harsono selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) menggugat aturan tersebut. Adapun Judicial Review yang telah diajukan terkait dengan Pasal 19 ayat 1-4 yang membahas persoalan adanya larangan impor barang di bawah US$100 atau kalau dikonversikan kedalam rupiah sekitar Rp 15 Jutaan melalui e-commerce.

Alasan Pengusaha Gugat Aturan Larang Impor di e Commerce

Menurut pendapat Sonny, adanya larangan impor di dalam beleid itu bukan berdasarkan pada riset yang jelas. Untuk alasan yang pertama Sonny menyebut kalau APLE sepakat kalau tak ada korelasi antara pelanggaran importasi tersebut dengan UMKM. Hal itu dikarenakan dengan adanya importasi di bawah US$100 di e-commerce bisa menjadi bahan baku bagi pelaku UMKM kecil untuk berproduksi dan memiliki nilai tambah.

"Pelarangan ini selain merugikan negara dan UMKM juga melanggar asas perdagangan internasional yang disepakati di WTO," kata Sonny dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023).

Alasan selanjutnya, Sonny berkata, semenjak Permendag Nomor. 31/2023 diterapkan pada akhir September 2023, sudah memunculkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri logistik serta industri penyedia jasa kurir terpaut dengan kegiatan importasi lewat e-commerce.

APLE mengeklaim paling tidak ada 1.000 pekerja di bandara serta 5.000 pekerja di zona pendukung, semacam kurir serta pergudangan yang sudah jadi korban dari ketentuan tersebut. Apalagi, Sonny berkata, larangan impor barang di bawah US$100 di e-commerce sudah menyebabkan tutupnya 5 perusahaan logistik besar serta belasan cabang perusahaan kurir dan pergudangan di beberapa wilayah.

"Imbas langsung dari Permendag Nomor. 31/2023 yakni kerugian negara di mana importasi e-commerce yang sudah ditutup menghasilkan kurang lebih Rp5 triliun per tahun dari pajak impor serta PPN. Belum tercantum pajak pendapatan usaha dari tiap industri terpaksa tutup serta pajak penghasilan pribadi dari pekerja yang di PHK, dari perhitungan APLE kerugian negara ditotal Rp10 triliun per tahun," tambah Sonny.

Menurut Sonny, fenomena sepinya pasar fisik seperti di Pasar Tanah Abang itu dikarenakan dari pergantian prilaku belanja masyarakat saat ini yang memilih berbasis online. Oleh karenanya, Sonny meminta pemerintah agar dapat mengkaji ulang terkait kebijakan pembatasan impor e-commerce.

Apalagi, dirinya mengaku sudah menyurati Mentri Teten Masduki ihwal selaku Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) imbas pembatasan impor lewat e-commerce. Baginya, pembatasan impor bakal berisiko menambah importasi ilegal.

Misalnya, ujar Sonny, pelarangan impor lintas batas buat 13 busana muslim semenjak 2 tahun malah memperburuk aksi predatory pricing. Saat sebelum pelarangan, menurut Sonny, harga benda tersebut masih nyaris sama dengan harga benda produksi dalam negeri. Tetapi, saat ini biayanya jadi 10% dari harga produksi di dalam negeri.

"Problem utamanya merupakan importasi ilegal yang bakal marak justru sesudah terdapatnya pelarangan serta ini sangat merugikan negara dan pula merugikan masyarakat," ujar Sonny.

Sonny dan APLE berharap, agar Mahkamah Agung dapat memberikan sebuah putusan yang bijaksana dengan meniadakan Pasal 19 ayat 1 sampai 4 Permendag Nomor.31/2023 agar bisa memulihkan mata pencaharian dari para pekerja logistik yang sudah di PHK selama ini.

Jadi setelah mengetahui terkait apa alasan pengusaha gugat aturan larang impor di e commerce, simak berita menarik lainnya di VOI.ID, saatnya merevolusi pemberitaan!