JAKARTA – Menjelang masa resmi kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada 28 November nanti, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka terus diterpa isu tak sedap. Akhir-akhir ini, isu soal Ibu Negara Iriana Joko Widodo adalah aktor utama di balik pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden mencuat dan tampak menjadi masalah baru bagi Cawapres nomor urut dua tersebut.
Mengutip pernyataan psikolog senior Tika Bisono, tidak ada yang salah saat orang tua mendorong anaknya untuk maju. Tapi menjadi salah kalau ini dilakukan tidak tepat kompetensi dan tidak tepat situasi.
Pertanyaannya sekarang adalah jika benar Iriana yang memaksakan kehendaknya hingga melakukan cawe-cawe politik demi melanggengkan langkah Gibran, apa yang melatarbelakangi tindakannya?
Kental dengan Konflik Kepentingan
Gibran berulang kali menegaskan tak tertarik mengikuti ayahnya terjun ke dunia politik dan hanya ingin fokus berbisnis. Itu ia katakan terakhir kalinya pada 2018 lalu.
Tak lama berselang, Gibran berubah pikiran dan memilih PDIP sebagai kendaraan politiknya, sama seperti Jokowi. Di saat bersaaan, bisnis-bisnis yang digawangi pria 36 tahun ini juga senyap, tak ada kemajuan signifikan. Suami Selvi Ananda ini kemudian menjadikan Pilkada Surakarta 2020 sebagai pertarungan politik pertamanya, dan menang.
Belum rampung tugasnya memimpin Surakarta, Gibran tiba-tiba maju sebagai Cawapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) mendampingi Prabowo Subianto. Segala rintangan yang sempat menghalangi Gibran akhirnya berubah menjadi pemulus langkahnya untuk maju sebagai Cawapres.
Menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo perubahan prinsip Gibran yang terbilang cukup cepat inilah yang memicu pertanyaan di benak publik.
“Ini sesuatu yang di luar kewajaran. Presiden Jokowi di awal kepemimpinannya dianggap sebagai sosok yang sangat demokratis, tapi ternyata membelok ke politik dinasti sehingga ini menimbulkan banyak pertanyaan. Siapa yang memengaruhi ini?” kata Kunto Adi Wibowo dalam wawancara dengan Kompas TV.
Perihal dukungan Iriana kepada Gibran sebagai anak tertuanya, Kunto menilai tidak ada yang aneh. Namun menjadi aneh karena Iriana masih berstatus sebagai Ibu Negara sehingga timbul konflik kepentingan.
“Yang menjadi salah adalah posisi Iriana sebagai first lady menimbulkan ada konflik kepentingan ketika ia mendorong anaknya jadi Cawapres. Konflik kepentingan ini yang tidak pantas, tidak patut,” jelas pria kelahiran 1977 ini.
“Ini memang tidak melanggar hukum, tapi kalau konflik kepentingan dibiarkan berlarut-larut akhirnya kita menyaksikan praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang tumbuh subur,” kata Kunto lagi.
Kejahatan Etika
Selain isu untuk memperpanjang kekuasaan trah Jokowi, peran Iriana dalam mendorong anaknya maju sebagai Cawapres juga karena Sang Ibu Negara dikabarkan tidak harmonis dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Iriana tak senang suaminya terus-terusan disebut sebagai petugas partai, bahkan setelah memenangkan Pilpres dua periode. Puncaknya adalah saat perayaan ulang tahun ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 10 Januari 2023. Dalam sambutan di hadapan politkus partai berlambang moncong putih itu, Megawati dinilai menyinggung Jokowi.
"Pak Jokowi itu ya ngono loh, mentang-mentang. Lah iya padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan juga duh kasihan dah," kata Megawati, yang disambut tawa kader partai yang hadir.
Sejak insiden tersebut, Iriana dikabarkan menguatkan tekadnya untuk ‘menjebloskan’ Gibran ke dalam pertarungan Pilpres. Ia juga disebut mulai mencari dukungan dari keluarga besar di momen Idulfitri dan Iduladha. Iriana juga yang aktif mencari suara hingga ke relawan Jokowi untuk memberikan restu kepada Gibran.
Namun, terlepas dari apa pun yang menjadi latar belakang Iriana, Kunto Adi Wibowo mengatakan bentuk cawe-cawe politik ini layak dipertanyakan. Ia juga memprediksi gosip ini akan memengaruhi elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Kalaupun ini tidak jadi skandal, ini adalah sesuatu yang mengejutkan bagi warga Indonesia bagaimana ibu negara begitu besar perannya mendorong Gibran maju sebagai Cawapres, sangat mungkin ada bentuk cawe-cawe lain yang kita tidak tahu,” Kunto menuturkan.
“Publik penasaran cawe-cawe apa lagi yang dilakukan Iriana dan keluarga Jokowi. Ini sekaligus membuka kotak pandora sangat mungkin pengaruhi elektabilitas,” tegasnya.
Senada dengan Kunto Adi Wibowo, psikolog Tika Bisono juga mengatakan, jika kabar yang menyebut Iriana Jokowi melakukan cawe-cawe politik dalam memberikan dukungannya kepada Gibran, maka ini adalah sebuah tindakan yang melanggar etika. Terlebih, Gibran tak punya sepak terjang mumpuni di kancah politik.
BACA JUGA:
“Seharusnya dia tahu diri. Gibran ini tidak punya track record bagus dalam organisasi, di politik juga tidak ada,” tutur Tika Bisono kepada VOI.
“Jika kabar soal Iriana benar, bahwa seorang ibu melakukan segala cara untuk anaknya, maka ini adalah penjahat etika atau kriminal etika,” kata Tika lagi.