JAKARTA – Cocoklogi yang dilakukan publik terkait nomor urut pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dibantah oleh sejumlah pakar politik. Menurut mereka, para pemilih akan memantapkan pilihannya berdasarkan program Capres dan Cawapres, bukan sesuai nomor urut.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan nomor urut capres dan cawapres Pilpres 2024 pada Selasa (14/11/2023) di Jakarta. Pada acara yang dibuka oleh Ketua KPU Hasyim As’hari tersebut, tiga pasang kontestan hadir dalam agenda pengundian nomor urut.
Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar mendapatkan nomor urut 1, selanjutkan duet yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mendapatkan nomor urut 3.
Pasangan dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, mendapat giliran terakhir dan mereka mendapatkan nomor urut 2.
Meski tak memiliki dampak pada kemenangan Pilpres, namun nomor urut dianggap memiliki makna tersendiri. Konon, pasangan dengan nomor genap punya peluang menang lebih besar ketimbang nomor ganjil.
Peluang Nomor Ganda
Ini merujuk pada Pilpres dengan sistem dipilih oleh rakyat secara langsung pada 2004 sampai 2019. Dari empat edisi tersebut, pasangan Capres-Cawapres dengan nomor urut genap paling banyak meraih kemenangan, yaitu tiga kali.
Itu terjadi pada Pilpres 2004 ketika Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kalla yang memiliki nomor urut 4 keluar sebagai pemenang. Lalu lima tahun kemudian, SBY yang kali ini berpasangan dengan Budiono mendapat nomor urut 2 dan mereka berhasil menduduki peringkat pertama.
Di 2014, giliran Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang mendapat suara terbanyak dengan nomor urut 2. Tapi magis nomor urut genap terhenti pada Pilpres 2019. Saat itu pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat nomor urut 2 tapi harus kalah dari Jokowi-Ma’ruf Amin dengan nomor urut 1.
Wajar jika kemudian masyarakat kembali memulai cocoklogi nomor urut dengan peluang menang. Kebetulan berdasarkan undian KPU, pasangan yang mendapat nomor urut genap di Pilpres 2024 adalah duet Prabowo-Gibran.
Belum lagi munculnya anggapan bahwa pasangan yang berada di tengah cenderung lebih banyak dicoblos calon pemilih. Lalu, akankah pasangan yang diusung KIM ini akan mendapatkan keberuntungan lewat nomor genap?
Pakar politik Pangi Syarwi Chaniago menuturkan nomor urut sama sekali tidak ada hubungannya dengan penentuan kemenangan.
“Itu hanya halusinasi, belum tentu benar. Semua nomor baik dan tidak ada jaminan bahwa nomor tengah, nomor genap akan dipilih orang. Ini cuma halusinasi orang saja,” kata Pangi kepada VOI.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting tersebut menegaskan para pemilih tidak memedulikan nomor urut pasangan capres dan cawapres. Menurutnya, di antara hal yang bisa menjadi pertimbangan pemilih adalah sepak terjang para kontestan.
“Orang akan melihat visi misi pasangan Capres dan Cawapres, program apa yang jadi unggulan, sepak terjang pasangan serta kemauan mereka mengatasi isu persoalan di masyarakat,” kata Pangi menambahkan.
“Jadi, tidak ada urusannya dengan nomor urut. Orang akan memilih karena figur dari kandidat itu sendiri, walaupun memang ada juga karena partai tapi kalau milih bersadarkan dari nomor urut itu lebay,” sambungnya.
Program Capres-Cawapres Jadi Tolok Ukur
Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad juga memiliki pandangan senada. Menurutnya, nomor urut tidak lebih dari sekadar angka.
Kalaupun ingin cocoklogi, Andriadi justru menanggapinya lebih santai dan mengarah kepada simbol-simbol yang berlaku umum di masyarakat.
“Nomor urut ini bukan sesuatu yang urgent. Tapi mungkin orang suka mengait-ngaitkan dengan simbol. Kalau Anies nomor 1 kan pas, sebagai lambang Tauhid. Ini sesuai dengan latar belakang Anies dan Muhaimin dari kalangan NU,” ucap Andriadi kepada VOI.
“Prabowo-Gibran nomor 2 yang identik dengan simbol peace, perdamaian. Ini merujuk pada rekonsiliasi Prabowo dan Gibran. Nomor 3 identik dengan jari metal, yang katanya sesuai dengan PDIP,” ujar Andiradi mengimbuhkan.
Menurut Andriadi, masyarakat saat ini sangat realistis dengan apa yang ingin mereka pilih. Sehingga, walaupun salah satu pasangan memiliki elektabilitas lebih baik atau dianggap populer tidak akan memengaruhi pemilih saat pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Senada dengan Pangi, Andriadi menegaskan program-program dari para Capres inilah yang justru bisa menarik perhatian pemilih, bukan dari nomor urut.
“Masyarakat akan memilih berdasarkan program yang dituturkan, bagaimana rekam jejak yang sudah dilakukan,” jelas pria asal Bengkulu ini.
“Yang kita semua inginkan adalah pilpres yang berkualitas, sehingga melahirkan pemimpin berkualitas pula, pemimpin yang membawa Indonesia lebih maju,” kata Andriadi lagi.