DPR Minta Mendag Segera Bayar Utang Minyak Goreng Senilai Rp344 Miliar ke Peritel
Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam meminta Kementerian Perdagangan untuk segera menyelesaikan proses pembayaran untang selisih harga atau rafaksi minyak goreng kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

Mufti mengatakan, permasalahan ini penting untuk diselesaikan.

Pasalnya, kata dia, Aprindo telah berjasa dalam upaya menstabilkan pasokan dan harga minyak goreng di pasaran saat terjadi kelangkaan pada tahun 2022 lalu.

“Bayangkan ditengah harga minyak goreng dulu tinggi, bahkan tidak ada di pasaran itu pahlawannya, Aprindo pak,” katanya dalam rapat Komisi VI DPR dengan Menteri Perdagangan, Senin, 4 September.

Sekadar informasi, para pengusaha ritel yang tergabung dalam Aprindo sebelumnya telah menjalankan kebijakan Permendag No.3 tahun 2022.

Dalam aturan tersebut, pengusaha ritel menjual minyak goreng kemasan satu harga Rp14.000 per liter pada pertengahan Januari 2022.

Saat itu, modal pembelian minyak goreng mencapai Rp17.000 per liter.

Dalam beleid tersebut, selisih harga minyak goreng tersebut menggunakan anggaran dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPD PKS). Namun, klaim ini belum juga dibayarkan hingga saat ini.

Saat ini, Permendag No.3 Tahun 2022 sudah dicabut dan digantikan dengan Permendag No.6 Tahun 2022 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng.

Mufti mengatakan Kemendag perlu menunjukkan integritasnya dalam menjalankan kawajiban berdasarkan aturan yang telah dibuat sebelumnya.

“Saya bisa memahami Pak Menteri orangnya sangat hati-hati, betul, bagus, di Kementerian Perdagangan hati-hati. Tapi ini ada persoalan besar yang bagaimana integritas bangsa kita dipertaruhkan pak,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mufti mengaku khawatir jika utang selisih minyak goreng senilai Rp344 miliar ini tidak dibayar, nantinya akan memicu sikap ketidakpercayaan pengusaha kepada pemerintah.

“Jangan sampai kemudian ini tidak dibayar, terus kemudian berikutnya tiba-tiba harga CPO naik, kemudian minyak goreng naik, mereka tidak mau lagi terlibat dalam urusan kebijakan dengan pemerintah,” ucapnya.

Menurut Mufti, klaim rafaksi senilai Rp344 miliar ini bisa dibayarkan pemerintah dengan dana BPDPKS yang memang memiliki dana dari pungutan ekspor kelapa sawit.

“Bisa saja bayar Rp344 miliar tidak pakai duit negara, bisa aja dengan duit di BPDPKS. Biar duit BPDPKS tidak hanya untuk mensubsidi biosolar yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan persoalan rakyat,” tuturnya.