Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyayangkan sikap pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang tidak memiliki niat untuk menyelesaikan pembayaran utang rafaksi minyak goreng (migor) senilai Rp344 miliar.

"Kami sudah dizalimi, kami melakukan dengan tulus ikhlas tetapi tidak dimengerti, tidak diselesaikan. Bahkan, bukan masalah tidak mampu, tapi (Kemendag) sudah tidak ada niat untuk menyelesaikan," ujar Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Jumat, 19 Januari.

Roy bahkan mengkritik Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas yang juga menjadi Ketua Umum PAN itu justru sibuk untuk berkampanye daripada menyelesaikan polemik utang yang sudah berjalan hampir 2 tahun tersebut.

Roy menjelaskan, bahwa Kemendag sendiri sudah mendapatkan arahan dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) agar mengadakan rapat khusus bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) membahas utang sejak Agustus 2023 kemarin. Namun, rapat pembahasan itu pun hingga sekarang belum dilakukan.

"Masa dari Agustus (2023) Kemenko Polhukam kasih surat untuk segera rapat terbatas (ratas) dengan Kemenko Perekonomian membahas permasalahan rafaksi, tetapi sampai hari ini sudah lebih dari tiga bulan enggak pelaksanaanya. Padahal, jarak kantor Kemenko Perekonomian dengan Kemendag hanya 1,5 km, masa enggak waktu, berarti enggak ada niat. Padahal, itu dari Kemenko Polhukam," katanya.

"Jadi kalau ditanya sibuk-sibuk, kami enggak mengerti kata sibuk itu, cuman jarak 1,5 kilometer kantor Kemendag dan kantor Kemenko Perekonomian. Kalau pun enggak bisa, ya online, bayar dong rafaksi jangan dalil kepentingan kehati-hatian," sambungnya.

Dia pun menegaskan bahwa pihaknya akan membawa kasus pembayaran utang rafaksi tersebut ke jalur hukum setelah dokumen untuk legal standing persoalannya bisa dikumpulkan dengan jelas.

"Kami perlu memastikan legal standingnya terpenuhi. Artinya, perjanjian dengan pemerintah itu tidak langsung ke ritel tapi ke produsen. Jadi, perlu ada bersama-sama produsen dan distributor yang terdampak rafaksi belum dibayar, bersama peritel, kami gugat pemerintah," tuturnya.

Lebih lanjut, Roy juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mundur untuk menyelesaikan polemik tersebut dengan pemerintah. Sebab, utang itu memang kewajiban pemerintah yang harus dibayarkan kepada peritel.

"Sudah pasti kami tidak akan mundur, tidak akan menyerah, tidak akan takut, tidak akan khawatir sama siapapun. Karena ini berbicara mengenai kewajiban yang harus kami penuhi seusai dengan perintah Permendag. Kewajiban sudah kami penuhi tetapi hak belum kami dapatkan," ungkapnya.

Sekadar informasi, sumber utang rafaksi itu dimulai ketika awal Januari 2022 silam saat harga minyak goreng melambung tinggi hingga stoknya terbatas.

Pemerintah pun dalam hal ini adalah Kemendag melakukan berbagai upaya untuk meredam harga tersebut yang salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada 19 Januari.

Permendag itu menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan minyak goreng dengan satu harga.

Ketika itu ada juga kebijakan yang ditetapkan yakni Harga Acuan Keekonomian (HAK) dan Harga Eceran Tertinggi (HET).

Saat itu, HAK minyak goreng Rp17.260 per liter dan HET Rp14.000 per liter.

Akhirnya, Aprindo melalui anggota-anggotanya memerintahkan untuk menjual minyak goreng satu harga yakni Rp14.000 sesuai Permendag itu.

Berapapun harganya yang mereka beli dari produsen tetap harus dijual Rp14.000 per liter sesuai HET.

Singkatnya, pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah kepada pelaku usaha itu berdasarkan selisih antara harga Rp17.260 per liter dengan Rp14.000.

Sayangnya pada saat itu, Kemendag mengalami keterlambatan untuk melakukan verifikasi sehingga berbuntut panjang hingga saat ini.

Janji ingin membayar, Kemendag malah mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tersebut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawi

Adapun berdasarkan data Aprindo per 31 Januari 2022, tagihan rafaksi minyak goreng mencapai lebih dari Rp300 miliar dari peritel jejaring nasional dan lokal di seluruh wilayah Indonesia.