Bagikan:

JAKARTA - Polemik mengenai utang pemerintah kepada pengusaha ritel terkait pembayaran selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 belum juga dibayarkan hingga saat ini.

Diketahui, utang yang harus dibayarkan pemerintah kepada Aprindo mencapai sebesar Rp344 miliar.

Perusahaan ritel yang mengikuti program rafaksi pada 2022 itu terdiri dari 31 perusahaan yang memiliki sekitar 45.000 toko.

Dengan belum selesainya permasalahan tersebut, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pun mengaku geram karena belum juga mendapatkan kepastian untuk pembayaran selisih harga tersebut dari pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengungkapkan, bahwa pengusaha ritel sepakat akan memotong tagihan, mengurangi pembelian minyak goreng, menyetop pembelian minyak goreng dari produsen hingga langkah terakhir akan menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Jadi, setelah kami meeting (bertemu) dengan 31 anggota minggu lalu, kami mau menyampaikan tindak lanjutnya seperti apa. Akan ada pemotongan target kepada distributor, akan ada pemotongan tagihan," kata Roy dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 18 Agustus.

"Kemudian, pengurangan pembelian minyak goreng bila penyelesaian rafaksi belum selesai dari perusahaan ritel. Ini (kemauan) perusahaan, ya, bukan Aprindo," tambahnya.

Namun, Roy mengaku belum mengetahui kapan perusahaan ritel akan melakukan pemotongan tagihan hingga menyetop pembelian minyak goreng dari produsen.

Meski begitu, dia mengatakan, pihaknya tidak bisa lagi membendung keresahan dari para pengusaha dan langkah-langkah tersebut tergantung dari keputusan perusahaan masing-masing.

"Justru yang saya mau sampaikan adalah saat ini Aprindo untuk poin 2, 3, 4, enggak bisa membendung. Kami enggak bisa menahan anggota. Bahkan, penghentian pembelian minyak goreng oleh perusahaan peritel. Bukan Aprindo," ujarnya.

Apabila semua poin itu benar dilakukan, nantinya bisa sangat mempengaruhi stok minyak goreng di ritel.

Roy mengatakan, jika ritel memotong tagihan dari distributor alasannya sebagai ganti selisih harga yang belum dibayarkan Kemendag.

Hal ini dilakukan karena alur pembayaran rafaksi itu melalui produsen.

"Misalnya memotong tagihan, pasti ketidaksetujuan dari pihak produsen. Pasti, kan, ada aspek masalah, bisa saja produsennya menyetop, 'bayar dulu dong tagihan ini, kan, bukan rafaksi' dia nyetop pasokan. Nah, kalau menyetop pasokan, ada enggak minyak goreng di toko? Kami nggak tahu," ucap dia.

"Kalau produsen mengatakan ini, kan, tagihan sudah masuk perjanjian harus dibayar, tetapi si peritel 'tetapi kami punya rafaksi bayarnya ke kalian, kalian talangin dululah gimana caranya kami potong tagihan sebagai talangan kalian'. Nah itu kami enggak tahu," terang Roy.

Dalam paparan Roy, ada lima langkah yang akan dilakukan Aprindo dan pengusaha ritel, apabila utang rafaksi tak juga dibayarkan dalam waktu dekat ini.

Pertama, Aprindo akan follow up melalui kantor Kemenkopolhukam kepada Kementerian Perdagangan.

Kedua, pemotongan tagihan kepada distributor/supplier minyak goreng (Migor) oleh perusahaan peritel kepada distributor migor.

Ketiga, pengurangan pembelian Migor bila penyelesaian rafaksi belum selesai dari perusahaan peritel kepada distributor migor. Keempat, penghentian pembelian migor oleh perusahaan peritel kepada distributor Migor saat sama sekali tidak ada kepastian.

Terakhir atau upaya kelima adalah gugatan hukum ke PTUN melalui kuasa perusahaan peritel kepada Aprindo.

"Jadi, saat ini Aprindo mau menyatakan bahwa kami enggak lagi membendung atau menahan perlakuan bagi perusahaan yang akan berdampak kepada stok barang, situasi apa pun, Aprindo enggak bisa bendung lagi," pungkasnya.

Sekadar informasi, biaya rafaksi adalah pemotongan (pengurangan) terhadap harga barang yang diserahkan karena mutunya lebih rendah daripada contohnya atau karena mengalami kerusakan dalam pengirimannya.

Hal ini bisa terjadi juga jika adanya intervensi pemerintah untuk menurunkan harga di bawah harga beli.

Berdasarkan data Aprindo per 31 Januari 2022, tagihan rafaksi minyak goreng lebih dari Rp300 miliar dari peritel jejaring nasional dan lokal di seluruh wilayah Indonesia.