Kemendag Minta Pengusaha Tak Boikot Penjualan Minyak Goreng di Ritel Modern
Minyak goreng (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pedagangan (Kemendag) meminta agar pengusaha ritel yang tergabung di dalam asosiasi pengusaha ritel Indonesia (Aprindo) untuk tidak memboikot penjualan minyak goreng di ritel modern.

Sekadar informasi, permintaan tersebut muncul usai Aprindo merencanakan akan memboikot penjualan minyak goreng di ritel modern. Hal ini lantaran utang atau rafaksi minyak goreng sebesar Rp344 miliar tak kunjung dibayarkan oleh pemerintah.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan pihaknya akan memanggil Aprindo pekan depan. Karena itu, pihaknya meminta agar rencana boikot penjualan minyak goreng tersebut tidak dijalankan.

“Kami mengimbau teman-teman di anggota Aprindo untuk tidak memboikot penjualan minyak goreng di ritel modern,” katanya di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis, 27 April.

Isy mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu pendapat hukum dari Kejaksaan Agung perihal pembayaran utang rafaksi minyak goreng tersebut.

“Kami masih berkoordinasi lebih lanjut dgn teman-teman Kejagung karena beberapa data masih diperlukan Kejagung dari permintaan yang diminta itu ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan,” ujar Isy.

Lebih lanjut, Isy mengungkapkan mengapa selisih pembayaran kebijakan minyak goreng satu harga telat dibayarkan ke pengusaha. Alasannya, karena ada kendala terkait penyelesaian dalam lelang dan surveyor independen.

“Penyelesaian dari Surveyor independen ini kan melebihi batas waktunya. Sehingga waktu itu kan ada gagal lelang karena penunjukan surveyor itu harus melalui lelang, tidak bisa penunjukan langsung. Proses lelang itu mengalami kegagalan waktu itu jadi dilelang ulang,” jelasnya.

Namun, sambung Isy, tidak lama kemudian ada keputusan pemerintah untuk mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tentang 18 Januari 2022.

Akibat cabutan peraturan tersebut, pemerintah jadi punya kekhawatiran mengenai aspek hukumnya. Karena itu, Isy mengatakan pendapat hukum dari Kejaksaan Agung terkait pembayaran utang tersebut diperlukan.