Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah tak kunjung membayar utang rafaksi minyak goreng (migor) ke pengusaha ritel.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai, pemerintah terkesan tak ada niat untuk membayar selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng yang sudah berjalan hampir dua tahun ini.

"(Utang) rafaksi sampai hari ini belum mendapatkan langkah-langkah konkret dan nyata dari pemerintah untuk niat menyelesaikan. Justru, kami melihat niat untuk (melunasi) itu mungkin sudah pupus," kata Ketua Umum (Ketum) Aprindo Roy Nicholas Mandey dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 15 November.

Roy tak menampik sudah ada desakan dari sejumlah pihak untuk pemerintah segera melunasi utang tersebut. Namun, belum juga membuahkan hasil hingga saat ini.

"Kami sudah dapat informasi legal opinion dari kejaksaan bahwa (utang rafaksi migor) itu harus dibayarkan sesuai dengan undang-undang berlaku. Dari Komisi 6 DPR menyebut itu perlu penyelesaian karena ini kewajiban pemerintah, yang mana kewajiban pelaku usaha sudah dipenuhi, semua sudah tersebutkan," ujarnya.

"Yang terakhir dari Kemenkopolhukam, juga minta harus diselesaikan dan penyelesaiannya melalui rapat terbatas (ratas) antara Kemendag dan Kemenko Perekonomian," tambah Roy.

Untuk menuntut pembayaran utang tersebut, kata Roy, kini pihaknya bekerja sama dengan produsen minyak goreng yang juga terlibat dalam program rafaksi migor.

"Nah, belum 1 bulan ini kami sudah dapat dukungan dari produsen karena produsen punya masalah yang sama. Mereka melakukan penjualan harga minyak goreng yang rendah kepada ritel dan pasar tradisional," tuturnya.

Adapun produsen yang bergabung dengan pihaknya berjumlah lima perusahaan.

"Kami bergembira karena sudah bersama produsen yang mempersoalkan rafaksi yang menurut kami, kami dizolimi karena kami dibujuk untuk menjualnya, diminta, dijanjikan juga Permendag 3 dengan berbagai alasan," ungkapnya.

Adanya Permendag Nomor 3 tersebut membuat peritel menurunkan harga jual minyak goreng di ritel modern pada saat itu dari sekitar Rp 23.000 menjadi Rp14.000.

Regulasi itu menjanjikan selisih nilai atau rafaksi yang ditanggung oleh peritel akan dibayar oleh pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Roy mengaku, pihaknya membuka opsi untuk menempuh jalur hukum apabila hingga akhir 2023 ini belum juga ada kepastian dari pemerintah untuk melunasi utang rafaksi migor.

"Nilai piutang yang dipermasalahkan secara total masih dihitung kembali, karena nilai itu yang akan diperjuangkan di jalur hukum," ungkapnya.

Sekadar informasi, berdasarkan data Aprindo per 31 Januari 2022, tagihan rafaksi minyak goreng mencapai sekitar Rp300 miliar dari peritel jejaring nasional dan lokal di seluruh wilayah Indonesia.