Bagikan:

JAKARTA - Permasalahan utang selisih harga atau rafaksi program minyak goreng satu harga belum menemukan titik terang. Utang senilai Rp344 miliar tersebut sudah dua tahun belum dibayarkan kepada pengusaha sejak program ini diluncurkan pada Januari 2022 silam.

Lalu, apakah utang tersebut akan dibayar pemerintah?

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengaku terus menagih dan menanti pembayaran utang selisih harga minyak goreng ini dari pemerintah.

Berdasarkan informasi yang diterima, Roy mengatakan pemerintah telah menggelar rapat khusus tingkat menteri untuk membicarakan persoalan rafaksi pada tanggal 15 Februari lalu.

Adapun rapat ini dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, hingga Badan Pengelola Dana Perkenunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Dari pertemuan tersebut, lanjut Roy, didapatkan informasi bahwa utang selisih harga minyak goreng ini akan dibayar oleh pemerintah. Namun, angkanya sesuai dengan perhitungan Sucofindo Rp474,8 miliar.

“Kami dapat info bahwa rafaksi akan dibayar dari Kemenko Polhukam. Kan di situ ada Kemenko Polhukam, Kemenko Marves, BPDPKS, Kemendag, ada semua. Itu tanggal 15 Februari kemarin,” ujarnya saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, ditulis Selasa, 5 Maret.

Roy mengaku tak masalah jika nantinya pemerintah membayar utang selisih harga minyak goreng ini menggunakan angka perhitungan dari Sucofindo.

Sekadar informasi, Sucofindo mengeluarkan angka utang selisih harga minyak goreng yang perlu dibayarkan pemerintah mencapai Rp474,8 miliar sudah termasuk seluruh produsen minyak goreng. Sementara berdasarkan hitungan Aprindo, rafaksi khusus untuk pengusaha ritel sebesar Rp344 miliar.

“Kami sudah pernah mengeluarkan statement bahwa angka itu prioritas kedua, yang penting ada niat bayar. Karena sekarang niat bayarnya enggak kelihatan,” ucapnya.

Namun, sambung Roy, dengan catatan pemerintah terbuka mengenai perhitungannya, hingga rumus yang dipakai dalam perhitungannya.

“Selagi kami diberitahu perhitungannya gimana, angkanya dari mana, rumusnya apa, kenapa demikian. Jangan sampai seolah-olah ya pemakzulan. Maksudnya pokoknya ikut saja deh angka itu, mau atau enggak nih. Nah itu yang kami enggak mau,” jelasnya.

“Jadi kami enggak mau ditekan harus menyetujui angka itu. Kami mau ada keterbukaan, ada transparansi, kemudian nanti kami mengambil keputusan,” sambungnya.

Lebih lanjut, Roy juga bilang rencana kepastian pembayaran itu pun masih akan dibahas dalam rapat selanjutnya. “Katanya bakal ada ratas (rapat terbatas) untuk bahas teknisnya. Kita tunggu saja,” katanya.

Belum Ada Kepastian Rapat Khusus Rafaksi Digelar

Sementara itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim mengatakan rapat untuk membahas pembayaran rafaksi minyak goremg betal dilakukan karena waktunya bersamaan dengan rapat yang lain.

“Belum ada rencana lagi. Kemarin rapat rafaksi batal, tertunda karena barbarengan ratas yang lain, jadi ditunda,” kata Isy.

Isy juga memgaku masih belum bisa memastikan kapan rapat khusus membahas teknis pembayaran rafaksi minyak goreng ini akan digelar. Hal ini karena harus mencocokan watu dengan jadwal para menteri terkait.

“Enggak semudah itu. Kan harus ngumpulin menterinya. Berapa menteri kan itu,” ucapnya.

Pemerintah Janji Utang Ragaksi Dibayar Tahun Ini

Sebelumnya, Isy bilang belum ada pembicaraan lebih lanjut mengenai utang program satu harga minyak goreng (rafaksi). Namun, pihaknya mengusahakan akan membayar utang rafaksi minyak goreng tahun ini.

Isy mengaku sebelumnya Kemendag telah bersurat kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk rapat penyelesaian utang minyak goreng kepada pengusaha. Posisi Kemendag masih menunggu keputusan dari rapat koordinasi terbatas (rakortas).

Meski begitu, Isy meyakini utang selisih program satu harga minyak goreng ini akan dibayarkan pemerintah di tahun ini.

“Pasti tahun ini mungkin dibayar. Ya mudah-mudahan selesai lah, insyaallah,” ucap Isy di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin, 29 Januari.